Pages

Rabu, 21 Desember 2011

Perjalanan Gerimis


Alhamdulillah, doa saya terkabul. Tepat jam 15.30 hujan mulai reda. Tanpa menunggu lama, saya yang sudah siap sejak jam 15.00 bergegas mengenakan jaket, mengambil tas, memakai jas hujan, berangkat ke kampus akbid di kota Kabupaten. Sudah 1 bulan ini saya dapat amanah mengisi mentoring di akbid bersama 7 mentor lainnya. Sementara itu, hujan yang deras sejak jam 14.00 menyisakan gerimis, dan aliran air di jalan beraspal. Melirik langit yang bermendung khas seperti ini, nampaknya gerimis ini akan awet dan merata di seluruh wilayah. Bismillah, mudah-mudahan tidak deras lagi, hanya gerimis.


Perlahan namun pasti saya kendarai sepeda motor saya, jalanan yang agak tergenang dan licin memaksa saya untuk ekstra hati-hati. Apalagi lalu lalang sepeda motor dan mobil masih lumayan banyak di sore gerimis ini. Benar saja, setiap jengkal jalan yang saya lewati masih gerimis, dan sama saja sisa deras 1,5 jam sebelumnya. Tunggu dulu prediksi saya tampaknya tak semua benar, karena melihat kedepan dua atau tiga sepelemparan batu, jalanan tampak putih seperti berkabut. Wah pasti disana masih deras. Yup, akhirnya saya memasuki arena ini. Hujan masih terhitung agak deras, 2 level diatas gerimis lah. Semakin berhati-hati. Saya merasakan telapak tangan yang memegang stang seperti ditusuki jarum, terkena timpaan beratus-ratus tetes hujan. Sengaja tak pakai kaos tangan. Dan saya merasakan kaos kaki saya sudah kuyub, pun ujung-ujung gamis juga sudah basah. Semakin ke arah barat, tetap hujan. Terbersit pikiran ingin balik saja, silih berganti dengan semangat ingin bertemu adik-adik akbid guna melaksanakan amanah.



Tangan tetap kencang memegang kendali. 30 menit perjalanan, akhirnya mendamparkan saya di halaman kampus akbid. Tampak sepi, gerimis lebih menderas. Menyusuri teras-teras ke arah pojok belakang kampus, menuju mushola kampus As Syifa. Ada 2 mentor yang sudah datang, ternyata mereka telah selesai memberikan mentoring. Kelas yang mereka pegang sudah tidak ada kuliah sejak jam 13.00. Sementara di serambi mushola berkumpul 38 mahasiswa akbid tingkat 1, kelas non reguler yang salah satu kelompoknya saya pegang. Hujan yang menderas lagi, memunculkan asumsi bahwa 3 mentor yang lain mungkin tak akan datang. Akhirnya semua bergabung, agak kelimpungan juga saya memberi mentoring dengan jumlah besar seperti ini. Suara saya bersaing dengan gerajak air ditepian genting mushola.



Mengalir seperti air, materi syahadatain. Mengungkap dan memahamkan janji. Janji dengan kalimat Thayibbah, kalimat yang agung. Kesaksian terhadap satu-satunya Illah yang harus disembah Rabb semesta alam Allah SWT. Juga kesaksian terhadap keberadaan Rasulullah Muhammad SAW. Berbalut dengan kisah Mushab bin Umair, pemuda ganteng kaya raya idola gadis Mekkah. Yang luar biasa keseriusannya,
dengan lapang dada melepas semua atribut kemewahan dan kekuasaan jahiliyah yang menjadi haknya. Sebagai konsekuensinya terhadap sumpahnya dengan kalimat Syahadah.



Semakin sore, melirik jam tangan 10 menit lagi tepat pukul 17.00. Tinggal satu bagian yang belum kami pelajari, saya berpacu. Tepat pukul 17.00 dengan backsound rinai hujan, acara mentoring ditutup dengan bacaan istighfar, hamdallah dan doa penutup majelis. Hingga ditutup 3 mentor lain tak muncul, hujan deras memang merata di seluruh wilayah. Saya pun bersiap pulang . . . kembali menyusuri jalan, yang sekarang sudah nampak sekali remang. Lampu-lampu di tepian jalan sudah menyala. Saat melintasi masjid Agung pun sudah bersiap mengumandangkan adzan.



Tetap saja gerimis, rinai ini akan sampai tengah malam tampaknya. Hati saya tiba-tiba jadi gerimis, terbawa suasana. Sambil tetap konsentrasi berkendara, ada sensasi menyenangkan merasuki hati dan jiwa. Meski tubuh jelas amat lelah, dingin, dan tenggorokan saya kering. Namun sensasi rasa ini begitu kuat hingga mampu menanggalkan kelelahan fisik. Sensasi ini selalu saya rasakan saat selesai bertemu dengan adik-adik binaan. Sensasi kenikmatan ukhuwah dan dakwah. Ketika memberikan materi itu, tidak sekedar seperti menuangkan air dari dalam botol ke gelas-gelas. Namun menuangkan air, namun botol itu terisi kembali. Memberikan materi di mentoring atau liqo' tidak hanya mentarbiyah namun juga tertarbiyah. Sensasi inilah yang tak mampu dijelaskan dengan kata-kata sederhana. Selalu ada semangat kebaikan yang menyusup memenuhi relung jiwa. Ketenangan.


Tepat adzan maghrib berkumandang di mushola dekat rumah, saya juga tiba di depan rumah. Masih saja gerimis, rinai berderai-derai. Alhamdulillah.

6 komentar:

  1. wah, tulisannya mengalir santai, mirip gaya salah seroang novelis :)

    *kebetulan sy jg baru posting tentang hujan, eh di sini juga menulis ttg hujan :D

    BalasHapus
  2. perjalanan gerimis...
    meski hati enggan mengikis..
    tancapkan semangat gigih..
    berdakwah tanpa pamrih..

    BalasHapus
  3. @ Nur Ahmadi:
    Mungkin saya terlalu banyak baca novel, jadi terpengaruh gaya tulisan para novelis :)

    @Mas Fifin:
    Semangat . . .

    BalasHapus
  4. itulah mbak perjumpaan dengan sahabat mentor ada kesan tersendiri dan setiap melangkahkan dakwah membuat hati lebih tenang.

    Tulisannya mirip novelis, skilfull hehe... saya suka kalimat kesimpulannya:

    "Selalu ada semangat kebaikan yang menyusup memenuhi relung jiwa. Ketenangan."

    BalasHapus
  5. @ Iput: terima kasih, banyak baca novel jadi terwarnai gaya menulis mereka ^^

    BalasHapus
  6. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus