Pages

Selasa, 25 November 2008

Refleksi: Guru . . . (Bukan Lagi) Pahlawan Tanpa Tanda Jasa


Hari ini tanggal 25 Nopember, tanggal yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Guru. untuk memperingatinya kemarin dan hari ini yang biasanya pakai seragam dinas, jadi spesial karena di lingkungan pendidik harus memakai batik PGRI.
Lalu, judul tersebut di atas bukanlah dibuat tanpa sebuah dasar yang jelas atau asal saja.


Membuat judul itu, karena saya baru tahu (tepatnya pekan kemarin ketika latihan paduan suara di cabang Dinas Pendidikan kecamatan) kalau lagu hymne guru. . .yang sudah kita hafal di luar kepala, ternyata judul dan baris terakhir liriknya diganti. Trus jadi bagaimana??


Lagu Hymne Guru ”Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” itu kini telah berubah, judulnya sekarang ”Pahlawan Pembangun Insan Cendekia” hal tersebut diikuti perubahan pada lirik baris terakhir. Ketika menyanyikannya pun terasa lain, membuat lidah jadi beribet ketika sampai pada ujung lagu

. . . .

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot Pahlawan bangsa Pembangun Insan Cendikia . . .

(perubahan oleh Ditjen PMPTK Depdiknas atas persetujuan pencipta, 2007)


Sampai sekarang saya sendiri belum tahu alasan Ditjen PMPTK Depdiknas mengubah lirik tersebut. Sejak kita masih SD, kita sudah diajari guru-guru kita . . . kalau guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Jadi apakah sekarang para guru sudah mendapatkan jasa yaaaa . . . .


Menurut Dr. Arif Rachman, seorang praktisi pendidikan . . . Kehadiran guru efektif menjadi kunci kesuksesan lembaga pendidikan melahirkan genersai unggul. Mungkin juga karena alasan tersebut, lirik lagu diubah . . . sebagai support untuk para guru supaya lebih mengembangkan kompetensi melahirkan insan-insan cendekia.


Lepas dari hal tersebut di atas, Guru adalah seorang pendidik. Seorang guru menjadi pendidik di zamannya. Ia memegang peranan penting dalam perkembangan suatu masyarakat. Oleh karenanya, jika ia dapat melaksanakan tugas, mengarahkan anak didiknya kepada pendidikan agama serta perilaku yang baik, maka ia akan mendapat keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.

Seorang guru adalah pemimpin di sekolah yang menjadi tempat mengabdikan ilmunya. Ia bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada anak didiknya. Oleh karenanya, hendaknya seorang guru harus mampu memperbaiki diri terlebih dahulu. Jadi bukan sekedar mengajar dan mengajar, melahap habis kurikulum mentah-mentah. Mengejar target yang timpang, hanya sekedar menjejali materi-materi yang dibukupun ada.


Tetapi diharapkan untuk bisa mencetak insan cendekia tadi, atau saya lebih suka menyebutnya rabbani generation. Menjadikan nilai plus pada anak didik, sehingga menjadi pribadi-pribadi shalih yang plus . . . plus pintarnya juga plus akhlaknya. Tidak perlu terlalu formal dengan mengkhususkan pada satu pelajaran agama saja, misalnya. Tapi mencoba memasukkan nilai-nilai hikmah itu dalam pelajaran. Mencoba menyampaikan pesan dengan cara yang menarik. ”Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya (anak itu)” (QS. Luqman:13)


Mengutip tulisan Muhammad Jameel Zeeno dalam Resep Menjadi Pendidik Suses. Syarat-syarat menjadi pendidik sukses adalah:

1) Menguasai bidang pelajaran yang diasuh

2) Menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan

3) Mampu mengamalkan apa-apa yang diajarkan

4) Berperan sebagai pelanjut perjuangan para nabi

5) Memiliki keluhuran akhlak dan tingkat pendidikan

6) Saling membantu dengan sesama pendidik

7) Mengakui suatu kebenaran sebagai hal yang utama

8) Senantiasa berlaku jujur dalam bertutur

9) Berhias diri dengan sifat sabar dalam setiap hal.


Nah, seorang pendidik (guru) hendaknya bijak dalam memberikan pendidikan dan pengajaran. Ia juga hendaknya menyukai profesi dan pekerjaannya itu, serta disukai di kalangan rekan-rekannya juga siswa-siswanya. Menasehati, memberi arahan pada mereka dengan kelembutan. Ini merupakan bentuk pengamalan terhadap firman Allah Swt., ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik,” (QS. An Nahl:125)


Ia harus tahu, bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan yang paling mulia. Karena masa depan suatu bangsa, agama, dan negara terletak pada bagaimana ia memberi arahan terhadap murid-muridnya. Pendidikan mereka, pengajaran mereka akan hal yang bermanfaat untuk mereka dan hal-hal yamg dapat menjadikan anak didik menjadi generasi beriman, mencintai agama dan bangsanya.


Semoga . . .karena hal tersebut di ataslah lirik pada hymne guru diganti. Bukan karena sudah mengaharapkan tanda jasa dalam gerak dan kerjanya. Seperti yang sedang ramai sekarang adalah program sertifikasi guru, semuanya berlomba-lomba untuk mengejarnya. Mendapatkan tunjangan 1 kali gaji, memang lumayan menggiyurkan. Apalagi bagi PNS, terlebih buat guru-guru bantu yang statusnya masih belum jelas. Itu juga merupakan sebuah upaya dari pemerintah untuk mewujudkan 20% subsidi untuk pendidikan.


Apapun itu, semuanya pasti ada konsekuensinya. Apa niat untuk bekerja, mengajar, mendidik adalah sebuah pilihan. Pun tunjangan dari sertifikasi juga merupakan hak, tentunya dengan tunjangan tersebut diharapkan tingkat profesionalisme dan pertaruhan kompetensi guru dapat lebih maksimal.


Rosulullah Saw. bersabda "Apabila ada seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara berikut: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh" (HR. Muslim).


Jadi untuk anda para pendidik, mari manfaatkan kesempatan ini. Karena seorang guru akan memperoleh manfaat dari pengajarannya akan ilmu yang bermanfaat kepada para siswanya setelah ia meninggal dunia kelak.


"Yaa Allah, ajarkan kami apa yang bermanfaat buat kami, dan berikanlah kemanfaatan pada apa yang telah Engkau ajarkan pada kami itu serta tambahkanlah pengetahuan kami."

Senin, 17 November 2008

Kerinduan Untuk Bu Giek . . . (Jilid 2)

Sudah lebih dari sebulan, kami tidak menemukan sosok beliau di meja kerjanya. Tidak mendapatkan aura kepemimpinannya, tidak tersentuh oleh pesan-pesan bermaknanya, tidak mendapatkan senyum-senyum, apapun yang khas pada diri beliau. Seperti dulu ketika beliau masih sehat, energik, cekatan, berwibawa menjadi pemimpin bagi kami. Rindu terhadap beliau serasa senantiasa menggumpal di sanubari . . . .

Kami kerap menemuinya di rumah, ketika free class ada saja diantara kami yang meluncur ke kediaman beliau . . . sebatas menemui, mengajak bicara, menyapa, menyentuh telapak tangan, dan menciumi wajahnya, mendengarkan apapun yang dituturkan dengan lancar meski tak jarang kami kesulitan untuk menangkapnya. Yah . . . penyempitan darah di otak yang melemahkan syaraf-syaraf tubuh beliau bagian kiri telah membatasi geraknya . . . .


Walau begitu sikap bijak bestarinya masih saja mempesona, berkali ketika kami mengunjuginya beliau menyampaikan berkali-kali maaf atas semua khilafnya, berkali-kali minta didoakan untuk kesembuhannya. Berkali pula beliau berkata, ingin bersabar menerima semua ujian ini, ujian yang semoga bisa menghapus sebagian dosa-dosa, memperbaiki timbangan di akherat kelak.

Walau dalam kondisi seperti itu, masih tetap ada semangat yang membuat kami malu . . .

Semangat luar biasa, yang menyertai harapan dan doa. Kami dengar meski samar, beliau berkata, ”Yaa Allah berikanlah aku waktu untuk sembuh . . . berikanlah aku waktu untuk sembuh meski sebentar saja, agar aku bisa menyelesaikan kewajiban dan janji-janjiku”


Ahh, beliaulah Bu Giek . . . yang mengajarkan padaku tentang arti seorang guru, guru bukan hanya sebagai pengajar tapi juga sebagai pendidik. Bu Giek . . . yang ketika pertama aku resmi dinas di wilayah kerjanya memberikan untaian petuah untuk bisa menjalani hidup dan kerja dengan penuh kesabaran serta kesyukuran, untuk selalu memperbaiki niat untuk apa bekerja, untuk bisa bijaksana dalam kerja dan rumah tangga (kelak), untuk bisa melaksanakan beban amanah sebaik-baiknya, untuk memaknai hidup bukanlah untuk sekedar meminta tapi juga memberi, bukan sekedar suka tapi juga duka, bukan sekedar menang tapi juga kalah, bahwa hidup penuh dengan bantingan-bantingan perasaan yang luar biasa, menyenangkan juga menyakitkan.


Ahh, beliaulah Bu Giek yang masih ingin berkarya, ingin mewujudkan visi dan misi SD dengan sebenarnya, masih ada rencana besar untuk kami anak buahnya. Tapi memang begitulah, secara sunatullah manusia hanya bisa berencana. Seperti kata-kata dalam sepotong SMS yang masuk di HPku beberapa minggu yang lalu ”Tuliskan rencana antum dengan sebuah pensil. Tapi berikanlah penghapusnya pada Allah. Biarkanlah Allah Swt menghapus bagian-bagian yang salah dan menggantinya dengan rencanaNYA yang lebih Indah”. Semuanya tidak akan pernah bisa berjalan tanpa keridhoanNya.


Bersama kerinduan-kerinduan ini begitu banyak makna. Untuk bisa menjaga lisan kita, untuk selalu mensyukuri setiap kondisi, mensyukuri waktu-waktu yang diberikan kepada kita, mensyukuri waktu sehat kita . . . untuk selalu berdoa atas jaminan kesehatan kepada Allah di setiap harinya, Allahuma afini fii badanii, Allahuma afiini fii sam’ii, Allahuma afiini fii basarii . . . Ya Allah, sehatkan badanku; Ya Allah, sehatkan pendengaranku; Ya Allah, sehatkan penglihatanku . . .

Ahh, beliaulah Bu Giek, yang pekan ini akan melaksanakan operasi di kepala tahap kedua . . . dipercepat karena dokternya akan naik haji. Beliaulah Bu Giek yang ingin kami temani ketika berjuang di tahap kedua. Tentunya juga sepotong doa . . . . doa yang menguatkan. Karena doa adalah kekuatan terbesar di muka bumi ini . . . .

Jumat, 07 November 2008

Obrolan Ibu-Ibu di Kantor Hari ini . . .

Di manapun tempat kerjanya, waktu istirahat selalu saja dinantikan. Walau hanya sebentar saja, tetapi sudah bisa memberi kesegaran dan mensuplay tenaga untuk melanjutkan tugas. Waktu istirahat biasanya dimanfaatkan untuk sekedar minum, makan (kalau pas ada makanan di ruang kantor) dan tak mungkin ketinggalan ngobrol dengan topik-topik ringan. Menyempatkan membaca headline news di Koran hari itu. Yang merefresh kejenuhan . . .

Entah siapa yang memulai dan entah bagaimana awalnya topik obrolan hari ini cukup “lain” tapi juga seru !!!. Pembicaraannya adalah tentang kebiasaan-kebiasaan kecil suami masing-masing. Kebiasaan-kebiasaan kecil, yaaa . . . kecil saja tapi cukup menjengkelkan, menambah pekerjaan seorang isteri, plus membuat kemampuan ngomel ibu-ibu itu meningkat . . . ^-^.


Lalu apa saja sih . . . kebiasaan-kebiasaan itu?? Sesuai apa yang saya dengar antara lain, ada yang suka setelah mandi handuknya dibawa masuk ke kamar lalu diletakkan di tempat tidur sehingga tempat tidur jadi basah . . . trus gak cukup itu saja, sang suami lupa mengeluarkannya alias meninggalkan begitu saja di tempat tidur. Ehm . . . tentu saja ini menjengkelkan, tempat tidur basah . . . lalu siapa yang akan membawa keluar kamar, pasti ujung-ujungnya sang isteri. Ini menambah daftar kerjaan lho!. Ada yang lain, kebiasaan membuka pintu lemari atau kulkas tapi lupa menutup kembali, seusai makan . . . piring dibiarkan saja di meja makan, baju kotor dibiarkan tergantung di dalam kamar, membuat berantakan baju di dalam almari ketika mengambil pakaian, menyalakan kran lupa dimatikan sehingga rumah kebanjiran. Bahkan kebiasaan memasukkan gayung di kamar mandi pun jadi suatu masalah. Secara silih bergantian, bersahutan ibu-ibu itu menyampaikan, urun rembug tentang topik hangat pagi ini. Semuanya angkat bicara. Tak ketinggalan Mrs. Nana yang baru mengarungi bahtera pernikahan selama 3 tahunan. Ups!! Tentu saja aku menjadi perkecualian, hanya menjadi pendengar sambil keempat mataku membaca koran hari ini. Sesekali juga tersenyum mendengar cerita-cerita ibu-ibu seniorku itu. Maklum belum punya pengalaman . . .^-^


Lonceng yang berbunyi pun mengakhiri sesi obrolan 15 menitan hari ini, 15 menit pertama yang dijadikan sebagai ajang curhat . . .


Sambil beranjak menuju kelas . . . Jadi ingat, tulisan Sinta Yudisia (novelis, red) tentang kisah pernikahannya, Suami (laki-laki) bukanlah tipe orang yang senang mengerjakan hal-hal kecil khas perempuan. Masalah kebiasaan memang hal-hal sepele, namun juga membuat jengkel. Untuk itu perlu dibicarakan. Sehingga masalah kebiasaan-kebiasaan itu dalam sebuah keluarga secara perlahan dapat diadaptasi oleh kedua belah pihak. Lucu juga, seperti itukah serunya kehidupan berumah tangga, ada yang menyebut seninya. Ehm . . . satu pelajaran, yang menuntut persiapan . . .

Sabtu, 01 November 2008

Pendekatan Tematis “Es Buah” atau “Ice Juice”???

“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, bukan sesuai dengan zamanmu” (Ali bin Abi Thalib Ra)

Mendengar istilah tersebut menimbulkan kebingungan tersendiri. Seharusnya gak sepatutnya aku bingung, karena merupakan salah satu istilah dalam metode-metode pembelajaran dewasa ini. Tepatnya sekitar 2 pekan kemarin, ketika mengikuti pengarahan pembuatan soal LKE (Lembar Kerja Evaluasi) di Dinas Pendidikan Kabupaten . . . terlontarlah istilah tersebut yang menjadi salah satu pembahasan. Sementara aku terjebak dalam kebingungan dengan istilah es buah dan ice juice.


Tidak asing lagi untuk pendekatan tematis, karena sejak kuliah pun sudah terbiasa dapat tugas membuat jaring-jaring tema dengan tema tertentu. Pendekatan tematis adalah salah satu metode pembelajaran untuk kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3 SD), dimana pembelajaran dilaksanakan secara terintegrasi antara satu pelajaran dan pelajaran lain. Jadi dalam proses belajarnya, dalam satu kali pertemuan . . . guru dapat mengajarkan beberapa pelajaran. Misalnya hari itu sang bu guru kelas 1 datang ke kelas membawa kertas bergambar tumbuhan lengkap dengan bagian-bagiannya, mulai dari akar sampai dengan daun. Nah si murid diminta menulis bagian-bagian tumbuhan tersebut, lalu mewarnainya, setelah selesai menceritakan bagian-bagian tumbuhan di depan kelas. Dalam satu babak pembelajaran tadi, ada pelajaran IPA (mengenal tumbuhan), ada pelajaran SBK – Seni Budaya dan Kesenian (mewarnai gambar) dan bahasa Indonesia (berbicara, menceritakan bagian tumbuhan).


Lalu bagaimana dengan es buah dan ice juice tadi??? Alhamdulillah tanpa bertanya, salah satu dari pakar kelas rendah memberikan sedikit deskrepsi tentangnya. Jadi macam-macam es dalam pendekatan tematis adalah sebuah analogi. Kalau pendekatan tematis es buah dalam proses belajar dan evaluasinya masih tampak jenis pelajarannya, evaluasinya masih sendiri-sendiri . . . ada evaluasi IPA, bahasa Indonesia, IPS dan sebagainya. Sedangkan pendekatan tematis ice juice, proses ini benar-benar terintegrasi . . . dalam evaluasinya juga evaluasi tematis tidak per pelajaran, dalam satu lembar evaluasi mencakup beberapa pelajaran. Notabene, selama ini aku selalu mendapat amanah untuk mengajar di kelas tinggi (kelas 4, 5, 6) . . . jadi seperti merasa gak perlu mengetahui dan bisa tentang piranti mengajar di kelas rendah. Wah . . . suatu kesalahan besar.


Kemudian ketika kemarin, mampir ke Puskesmasnya akhwat, drg. Elli untuk ngambil bahan buletin . . . bu dokter menodongku dengan pertanyaan bagaimana mengajar tematis itu, lengkap dengan sebuah buku pelajaran tematis untuk kelas 1 (ceritanya mbak Elli mau nentir si Bilal, anaknya yang masih kelas 1. karena mau ujian Mid semester). Ups, agak bingung juga neh . . . ehm, dengan terbata-bata mencoba menjelaskan . . . mengingat-ingat materi kuliah yang sebenarnya sangat teoritis sekali dan alhamdulillah dah dapat sedikit info tentang 2 es tadi. Hehe . . . . ahh semoga bu dokter gak tambah bingung dengan apa yang kujelaskan. Rasanya malu banget, gak expert di bidangnya sendiri . . .


Seperti itulah, mengapa untuk menjadi seorang yang sukses dunia dan akherat kita harus banyak belajar. Islam menuntut, seorang muslim untuk tidak hanya menguasai spesialisasi di bidang tertentu. Tetapi harus mempunyai serangkaian ilmu pengetahuan lain di luar itu dalam batas tertentu. Jika tidak mengembangkan wawasan, seorang muslim akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan pada gilirannya tidak dapat bersaing dalam kompetisi hidup bersama kelompok lain.

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu . . .” (QS. Al Qasas:77).

Selasa, 28 Oktober 2008

Refleksi: Memaknai Semangat “Sumpah Pemuda” dan Potret Pemuda . . .

Hari ini 28 Oktober, genap 80 tahun yang lalu sekitar 750 orang utusan dari organisasi pemuda yang ada saat itu, dengan penuh gelora semangat persatuan . . . mengikrarkan sumpah yang menjadi fase penegas bagi perjuangan anak bangsa. Yup!! Sumpah Pemuda. Bertempat di Gedung Indonesch Clubhuis, para pemuda bersemangat baja itu mengadakan kongres pemuda II yang diketuai oleh Sugondo Joyo Puspito. Dengan kuncup-kuncup harapan atas sebuah kerinduan persatuan, akhirnya diperolehlah keputusan penting dalam kongres tersebut . . . ikrar SUMPAH PEMUDA. Hayoo . . . hafal gak gimana bunyinya, ehm . . . masak kalah ma murid-muridku . . . hehe.

Perjuangan pemuda-pemuda usia belasan sampai 20 tahunan itu memang luar biasa, mereka mampu mengukir sejarah dalam usianya yang masih belia. Sebut saja Muhammad Yamin, Joko Marsaid, Amir Syarifuddin . . . juga tidak ketinggalan WR. Supratman yang saat itu berusia 25 tahun, dengan gesekan biolanya memperdengarkan lagu Indonesia Raya yang pada akhirnya dengan beberapa perubahan lagu itu menjadi lagu kebanggaan bangsa ini.


Memaknai Sumpah pemuda, adalah peletak semangat persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan Negara ditempatkan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Karena setelah adanya peristiwa itu, perjuangan bangsa Indonesia semakin dijiwai oleh semangat persatuan dan kesatuan. Semangat Sumpah Pemuda telah berhasil mempersatukan langkah perjuangan bangsa Indonesia. Prestasi besar pemuda 80 tahun yang lalu, ketika era masih dalam keterbatasan . . . segala macam tekhnologi masih hanya sebagai impian . . . jangankan impian, bahkan mungkin belum terbayang sama sekali . . . tetapi sosok pemuda itu punya niat tulus, semangat yang lurus untuk pembuktian iman. Yah . . . karena cinta tanah air adalah cabang iman.


Sudah seharusnyalah . . . pada saat ini, pemuda bangsa ini juga bisa memaknai semangat para pendahulunya. Semangat untuk mengukir sejarah, melukis legenda hidup dengan warna yang indah . . . Bukan menjadi generasi-generasi yang tak diharapkan.


Masih ingat salah satu tausyiah yang disampaikan oleh murobbi zaman liqo’at SMA dulu. Tentang kondisi obyektif pemuda Islam, yaitu:

1. Pemuda Taman Ria, pemuda yang menganut gaya hidup hedonisme dan sangat rawan terjerumus dalam kemaksiatan.

2. Pemuda Pondok Indah, sang Murobbi yang memang berasal dari Jakarta menjelaskan . . . bahwa Pondok Indah merupakan kawasan elite di Jakarta. Jadi potret yang berkenaan dengan tipe ini adalah model pemuda yang hidup serba enak.

3. Pemuda Taman Safari, pemuda yang suka tawuran, nakal, dan tipenya agresif.

4. Pemuda Sekolah, pemuda yang hidupnya untuk sekolah. Study Oriented.

5. Pemuda Masjid, nah . . . golongan ini yang unik. Karena disisi lain teman-temannya hidup bersenang-senang tetapi mereka sibuk mengurusi masjid, bisa membagi waktu antara Shalat, sekolah, dan rumah. Selalu berusaha mengisi waktunya dengan aktivitas yang bermanfaat.

Dari kondisi tersebut, kita tahu berbagai karakter pemuda zaman ini . . . pemuda yang akan menjadi generasi harapan. Harapan untuk menjadi pemimpin dan pembangun peradaban, atau yang diharapkan untuk hilang begitu saja . . . karena sudah dinilai tidak akan mampu berdiri apalagi bergerak.


Sudah sepatutnyalah, para pemuda bergerak, punya semangat . . . menjadi generasi-generasi robbani. Generasi yang tangguh, memperbaiki kondisi masyarakat. Mengamalkan ilmu yang dipunya sesuai bidang untuk kepentingan umat. Tentunya dengan niat benar . . . yang akan menjadikan amal kecil menjadi besar. Meniru, yaa . . . meniru. Meneladani, yaa meneladani . . . niat dan gerak para pendahulu kita, pejuang Sumpah Pemuda . . . atau yang lebih terdahulu . . . teladan pemuda-pemuda kahfi . . .

Jumat, 17 Oktober 2008

Kerinduan Untuk Bu Giek . . . .

Karena sesungguhnya kita tidak tahu apa yang terjadi kemudian dibalik peristiwa itu.
Allahlah yang tahu makna dibalik segala sesuatu yang ia berikan kepada kita


Ketika memasuki Paviliun Merpati di RSP Dr. Soedono Madiun kemarin, ada bau rindu dan haru pada sosok beliau. Mendekati kamar VIP nomer 276, seperti ada sesuatu yang memenuhi dada . . . membuat sesak. Apalagi ketika pihak keluarga, membuka sedikit korden . . . yaaa sedikit saja, itupun masih terlapisi korden tipis sehingga sosok yang ingin kami temui itu tampak hanya sedikit dan samar saja . . . namun itu sudah membuat rindu, sesak di dada berubah menjadi air mata.


Sosok itu adalah ibu kepala sekolah kami, Jumat pekan kemarin ba’da maghrib baru saja menjalani operasi di kepala bagian kiri. Penyempitan pembuluh darah di otak besar, yang menyebabkan beliau sempat mengalami strok dan kritis. Padahal kamis, satu hari sebelumnya . . . hari pertama masuk setelah libur hari raya, Beliau masih menjalani rutinitas seperti biasa. Beliau juga tampak sangat enjoy. Memberi sambutan dalam acara halal bi halal, ikut bernyanyi dan bertepuk tangan bahkan sedikit menggerakkan badan mengikuti irama musik hadrah yang dimainkan oleh siswa kelas enam. Juga menciumi Sandia Husna, siswa yang menang dalam pildacil (pemilihan dai cilik) di kabupaten ketika Ramadhan . . . setelah si Sandia unjuk kebolehan. Usia beliau memang tidak muda lagi, Juli tahun ini usia beliau genap 58 tahun. Satu tahun pelajaran lagi akan menjelang masa purna tugas. Tapi kini beliau, ibu kepala sekolah yang kami cintai . . . sedang gerah, begitu lemah. Sangat beda dengan kesehariannya yang begitu luar biasa.


Bu Giek . . . yaa begitu beliau disapa. Bukan hanya sebagai kepala sekolah, tetapi lebih dari itu. Beliau juga sosok ibu, pemimpin yang cukup bijaksana, berwibawa, lucu, suka bercanda, rasa masakannya luar biasa, memiliki pemahaman agama yang baik, juga cukup disegani. Sekitar seminggu tanpa beliau, suasana di sekolah terasa lain . . . walau rutinitas belajar mengajar tetap berjalan lancar, namun tetap ada sesuatu yang hilang, aktivitas memang sedikit timpang. Kesibukan guru yang biasanya hanya bertugas mengajar dan mendidik jadi bertambah untuk menyelesaikan segala urusan yang sebenarnya harus diselesaikan oleh kepala sekolah. Kesulitan demi kesulitan atas absennya Bu Giek kian bertambah, karena proyek SSN (Sekolah Standart Nasional) senilai 120 juta pun cair. Dan tidak sesederhana itu, segala sesuatu yang berkenaan dengan itu pasti membutuhkan tanda tangan beliau.


Tetapi setiap masalah yang datang, tentu saja tidak akan selesai jika hanya dijadikan kekhawatiran, yaa harus dihadapi dan diselesaikan. Tidak akan selesai jika waktu hanya digunakan untuk saling tunjuk dan melempar beban. Harus disikapi dengan legowo. Sebenarnya tetap saja berat, namun bukan berarti tak bisa dilalui. Dengan berbekal niat baik pasti segala kesulitan yang sedang dihadapi ini pasti dapat dilalui. Ketika semua kita pasrahkan pada kehendak-Nya maka kita akan melihat dengan cara yang berbeda.jalan di depan terbuka lebar, kita melangkah dengan penuh keyakinan dan segalanya menjadi lebih mudah. Kuncinya adalah ikhlas.



Kerinduan akan keberadaan beliau berada di antara kami lagi, diantara celoteh anak yang menjadi amanah bagi kami. Ahh . . . Beliaulah Bu Giek, yang sering berkata kepada Mbak Nana (English Teacher), "Sebelum pensiun, saya ingin melihat mbak Nana diangkat jadi PNS". Beliaulah Bu Giek, yang sering berkata kepadaku, "Sebelum pensiun, saya ingin melihat mbak Yuli menikah". Mungkin itu adalah kata-kata biasa saja, tapi ada sebuah keyakinan dan ketulusan bahwa setiap kata-kata adalah doa. Tetapi, ketika InsyaAllah saat-saat yang menjadi harapan itu, tengah kami jelang . . . Bu Giek juga tengah menghadapi sebuah ujian. Ujian yang datang tanpa dipinta. Kerinduan-kerinduan ini semoga akan menjadi alarm reminder bagi kami untuk mengirimkan untaian doa untuk kesembuhan dan ketabahan beliau atas ujian ini. Kerinduan yang akan membawa kepada sebentuk tanggung jawab untuk tetap menjalankan amanah sebagaimana mestinya . . . .

Selasa, 07 Oktober 2008

Kepribadian Seorang Muslimah


Kepribadian merupakan karakter atau sifat yang melekat pada diri seorng manusia. Seorang muslimah akan senantiasa berupaya memiliki kepribadiaan yang berlandaskan kepada Al Quran dan sunah Rosulullah saw.

Pribadi apakah yang dimiliki oleh seorang muslimah?

Akidah yang Lurus dan Bersih

Apabila seseorang sudah menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah, konsekuensinya ia akan memiliki kelurusan akidah. Pemahaman akidah sangatlah penting karena akidah tersebut akan menentukan pola berpikir kita dalam memecahkan permasalahan hidup sehari-hari.

Akidah merupakan motor penggerak yang melandasi perilaku manusia. Akidah diibaratkan seperti akar pohon, semakin menghujam akarnya ke bumi, pohon tidak akan mudah ditumbangkan walau angin bertiup sekeras apapun. Artinya, semakin kuat akidahnya seorang muslimah tidak akan terperosok ke dalam hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah swt.

Ibadah yang Benar

Kita memahami bahwa ibadah adalah penghubung kita dengan Allah. Seorang muslimah akan menjaga keikhlasannyadalam ibadah dan melaksanakan ibadah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah saw. Oleh karena itu, ketika beribadah lakukan dengan ihsan (baik) dan jaga kekhusyukan.

Salah satu tanda seseorang sudah beribadah dengan benar adalah timbulnya ketenangan dalam batin(jiwa) setelah melakukan ibadah. Dalam konsep Islam, setiap perbuatan kita di dunia dapat berubah nilainya menjadi sebuah ibadah ketika perbuatan itu diniatkan dalam rangka mencari ridha Allah, asalkan perbuatan itu bukan termasuk ke dalam perbuatan yang mubah.

Akhlak yang Kokoh

Seorang muslimah juga memiliki akhlak Islami dalam dirinya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah saw. Beberapa contoh akhlak Islami yaitu, tidak takabur, jujur, memenuhi janji, sabar, lemah lembut, pemaaf, menjaga lisannya, berani, menghindari hal yang sia-sia, memanggil seseorang dengan panggilan yang disukainya, berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, murah hati, bersungguh-sungguh dalam bekerja, Qonaah, tawadu’, menundukkan pandangan, dll.

Kekuatan Jasmani

”Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah” (HR. Muslim). Seorang muslimah harus mempunyai fisik yang kuat dan sehat agar dapat beribadah dan beraktivitas dengan optimal. Cara menjaga kekuatan fisik diantaranya adalah dengan menjaga adab makan dan minum sesuai sunah Rosulullah, mengosumsi makanan yang halal dan thoyib, berolahraga, bangun sebelum fajar, tidak merokok, shoum sunah, bersih badan, pakaian, dan tempat tinggal, serta tidur cukup.

Keluasan Wawasan

Allah Swt. memberikan keutamaan dan kemuliaan kepada orang-orang yang berilmu. Bagi muslimah, ilmu merupakan suatu sarana untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah. Semakin dalam ilmunya, semakindalam pula keyakinannya kepada kebesaran Sang Pemmilik Ilmu, yaitu Allah Swt.

Berjuang Melawan Hawa Nafsu

Nafsu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keinginan manusia untuk melakukan satu perbuatan (baik berupa perbuatan yang baik menurut Allah maupun perbuatan yang termasuk hawa nafsu buruk) dan memilih satu dari dua jalan yang disediakan oleh Allah dalam rangka ujian di dunia, yaitu antara jalan takwa dan durhaka.

Seorang muslimah akan selalu menjaga hawa nafsu agar tetap berda dalam koridor Islam. Rosulullah saw. bersabda, ”Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)

Pandai Menjaga Waktu

Seorang muslimah akan senantiasa memperhatikan waktunya agar selalu bermanfaat di hadapan Allah Swt. Mereka berusaha mengelola waktunya agar tidak terbuang sia-sia. Rosulullah saw. bersabda bahwa ”ada dua bentuk nikmat yang paling sering diabaikan tanpa disadari, yaitu sehat dan waktu.” Pada hari kiamat, manusia akan ditanya oleh Allah mengenai waktu yang telah dilaluinya selama berada di dunia, apakah digunakan untuk hal-hal yang diridhai Allah atau tidak.

Teratur dalam suatu Urusan

Sebaiknya dalam setiap urusan, kita dapat menyelesaikan dengan baik, teratur, profesional, sungguh-sungguh, disiplin, dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Islam. Kita menghindari proses serabutan atau asal-asalan dalam menjalani hidup karena dalam Islam dikenal suatu konsep yang disebut ihsan. Dalam konteks aktivitas atau amal perbuatan, ihsan berarti perbuatan yang baik dan berkualitas.

Demikian pula halnya, ketika kita sedang menghadapi kesulitan dalam hidup atau mendapatkan cobaan, yang dapat kita lakukan adalah berusaha keluar dari masalah itu dengan sungguh-sungguh dengan keyakinan bahwa Allah pasti akan memberikan kemudahan untuk keluar dari masalah itu. Akan tetapi, jangan lupa untuk berdoa kepada Allah agar diberi kemudahan dalam melewati ujian tersebut.

Memiliki Kemampuan Usaha Sendiri/Mandiri

Walaupun perintah untuk mencari nafkah hanya ditujukan bagi laki-laki saja, seorang muslimah dianjurkan untuk memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Kita berusaha menghindari sifat meminta-minta dan menjadi beban orang lain.

Khusus untuk muslimah yang sudah menikah tidak ada larangan untuk bekerja sepanjang ia tidak melalaikan kewajiban utamanya dalam mengurus rumah tangganya. Satu di antara bentuk tolong-menolong istri kepada suaminya adalah dengan membantu sang suami dalam memenuhi nafkah untuk keluarga. Dalam Islam, istri yang membantu suaminya tersebut akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala sedekah dan pahala merekatkan hubungan keluarga.


Bermanfaat bagi Orang Lain

Seorang muslimah sebaiknya memberikan manfaat bagi orang lain sebagaimana Rosulullah bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir). Muslimah akan selalu memerhatikan kondisi orang-orang disekitarnya dan menolongnya bila dibutuhkan karena ingat akan janji Allah, ”Siapa yang meringankan beban penderitaan seorang mukmin di dunia, pasti Allah akan meringankan beban penderitaan di akhirat kelak” (HR. Muslim)

(diadaptasi dari buku ”Jadi Muslimah Kudu Sukses” dengan perubahan)

Minggu, 21 September 2008

Penghujung Ramadhan dengan PKS . . .



Tak terasa hari-hari sudah terlewati . . .
Suka tidak suka, senang tidak senang Ramadhan akan terus berlalu,



Mari segera PKS. Apa itu? Pribadi Kembali Semangat . . .
Bertekad untuk menjadi PKS. Apa itu? Pribadi Kembali Suci . . .
Agar Ramadhan dapat mendidik kita menjadi umat PKS. Apa itu? Peduli Kepada Sesama . . .
Semoga Allah meridhoi PKS. Apa itu? Pertemuan Kita di Surga . . .

PKS DELAPAN . . .
Please Keep Spirit Dengan Luapan Iman . . .

Jumat, 19 September 2008

Idul Fitri dan Silaturahmi yang Penuh Berkah

Ah, sungguh tidak terasa. Ramadhan sudah hampir memasuki sepuluh hari ketiga, sementara target Ramadhan masih belum mencapai setengahnya...ups!!! Sekali lagi detik-detik perpisahan itu mulai terasa. Ada penyesalan yang siap-siap membuntututi ketika melangkah menjelang Syawal.

Yup! Ramadhan itu identik dengan bulan kebersamaan. Senyuman Ramadhan pun menjadi kenangan terindah bagi siapa saja yang sungguh-sungguh menikmati oleh-oleh dari sang tamu, berupa rahmat, berkah dan maghfirah dari Tuhannya. Namun sang tamu yang bernama Ramadhan tadi tidak lantas meninggalkan penduduk dunia ini dengan kehampaan. Dia sapa "sahabat dekatnya" yang bernama Syawwal untuk memberi wejangan kepada penduduk yang beriman yang tidak kalah peran menghiburnya dari dirnya.

Syawwal adalah sebuah momentum bagi insan-insan yang bertakwa, untuk tidak mengendorkan semangat beribadah. Hendaknya mengambil falsafah hidup seorang pembalap. Seorang pembalap, yang menekuni pelatihan dalam sirkuit training untuk menimba pengalaman, mengenal medan balap dan teknik memacu mobil dengan kecepatan tinggi, hingga pada akhirnya si pembalap tadi keluar dari sirkuit pelatihan menjadi pembalap professional yang kian apik prestasinya dan semakin lihai mengendalikan kemudi dan pedal gas. Maka demikianlah hendaknya Syawwal dengan pelatihan sebelumnya sebulan penuh berupa puasa, shalat malam, dan puncaknya menunaikan zakat fitrah, memantapkan diri dengan derajat ketakwaan yang lebih tinggi dan kualitas ibadah yang semakin melejit.

Idul Fitri berdasarkan makna etimologis berasal dari kata "ied"(awdun) yang berarti "kembali" dan "fithri" yang berasal dari "futhur"yang berarti "berbuka" dan "fithrah" yang berarti fitrah dan kesucian (nature). Dengan Idul Fitri, diharapkan seorang muslim dapat memasuki era kehidupan baru, seorang muslim diharapkan mampu secara istiqamah mengikuti petunjuk Allah (hidayah).

Hikmah terbesar Idul Fitri yang tidak boleh kita lupakan adalah silaturahmi. Nuansa Idul Fitri hendaknya menjadi tonggak awal untuk memperkuat kembali ukhuwah yang dahulu pernah tecerai berai. Mari kita rajut bersama "benang". Moment itu yang kini banyak dimanfaatkan oleh berbagi kalangan untuk reunian pasca idul fitri. Alangkah baiknya, jika tidak hanya dijadikan sebagai ajang untuk mempercantik nilai-nilai material. Namun lebih dari itu, sebisa mungkin harus bisa memperbaiki nilai spiritual dan menambah semangat untuk lebih baik lagi. Sebuah pengalaman berhargapun selalu bisa diambil ketika berrtemu dengan teman-teman lama. Cerita-cerita sukses membuat diri tertrasnveri semangat baru. Ikatan ukhuwah juga meremaja, bersemi kembali.

Yup! Menjadikan sebuah pertemuan yang biasa memiliki nilai yang luar biasa.
Semoga kita tergolong orang-orang yang sadar akan nilai spiritual tersebut, sehingga tidak lupa akan essensi dari saripati Idul Fitri dan Syawwal, yang kini akan kita jelang. Amiin Ya Robbal 'Aalamiin.

Sabtu, 13 September 2008

Bu Yuli, Assalamu’alaikum . . .

Ehm, di Ramadhan ini. Tentu saja kerja seperti biasa, tapi juga luar biasa. Karena ini bulan yang luar biasa, waktu berdiam dikantorpun lebih singkat dari hari biasa. Alhamdulillah bisa dimanfaatkan untuk mengejar target Ramadhan dan kegiatan sosial lainnya. Juga tugas di rumah yang pasti diprioritaskan.

Seperti pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya. . .

Wajahku selalu ceria, senyum terkembang, dan hati gembira. Begitu sosokku memasuki gerbang SD tempat aku bekerja. Yach, aku adalah seorang guru SD. Walau awalnya, ketika berangkat hati agak gak nyaman karena suatu masalah. Tapi semua akan berubah saat aku melihat sosok-sosok kecil, murid-muridku.

Senyum dan kegembiraan itu semakin semarak, bilamana murid-muridku berlari kecil menyongsong kedatanganku. Satu sama lain mereka berebut mendekatiku sambil mengulurkan tangan mungil ingin mencium tanganku. Padahal aku masih dalam proses mematikan mesin Vega Biruku, helm pun masih menutupi kepala dan wajahku. Tetapi tangan-tangan kecil itu tetap berebut, ”Saya dulu bu. . .saya dulu bu” celoteh mereka membuatku semakin merasa geli.

Iseng saja kukatakan, ”Hayooo. . . . Hom pim pah dulu, yang menang nanti duluan”. Usikku sambil menyelesaikan proses memarkir sepeda dan melepas helm. Sontak mereka menghentikan sesi perebutan itu. Langsung Hom pim pa. Nah akhirnya ada yang menang juga. Sang pemenang bersorak, lalu gegas meraih tangan kananku dan menciumnya takzim sambil berucap ”Assalamu’alaikum bu”. Usai, dan diikuti lainnya. Barisan penyambutan yang sering membuatku terharu dan syukur berada disini.

Upacara penyambutan kecil, ini merupakan rutinitas. Tetapi kalau bulan Ramadhan, mereka bisa tiap hari melakukannya. Kalau hari-hari biasa, aku hanya menemuinya pada hari Senin. Kalau hari lain, aku datang sampai sekolah semua murid-muridku pasti sedang mengikuti senam pagi. Sedangkan Senin tidak senam karena persiapan untuk upacara.

Mungkin bagi orang lain ini adalah biasa, tapi bagiku ini luar biasa. Bukan semata-mata karena penghormatan dan penghargaan akan posisi guru. Tidak sesederhana itu, bagiku lebih dari semua itu. Ada ketulusan yang dialirkan dari “sambutan kecil” itu, ada doa keselamatan bagiku “asssalamu’alaikum” dari murid-muridku, ada energi baru bagiku untuk berusaha sebaik mungkin mendidik mereka, menularkan ilmu bagi generasi masa depan negeri ini, ada getaran kasih sayang yang mempertebal atmosfer hubungan kedekatan antara kami. Antara sang guru dan murid. Antara orang tua dan anak. Yach anak, mereka semua adalah anak-anakku. Orang tua mereka telah mengamanahkan mereka padaku, memberikan kepercayaan penuh akan sebagian perjalanan hidup mereka, yang akan dibawa hingga mereka dewasa kepadaku.

Walau secara fakta, aku sendiri belum berkeluarga apalagi mempunyai anak sendiri. Akan tetapi, Rosulullah pernah menyampaikan bahwa yang disebut orang tua kita ada 3, yaitu: ibu dan ayah kita, ibu dan ayah suami/isteri kita, dan guru-guru kita.

Ehm, Waalaikumsalam murid-muridku. . . . doakan aku atas keselamatan. Agar bisa mendidikmu secara benar, membekalimu dengan ilmu yang bermanfaat. Hingga kelak di kampung akhirat. Amin

Sebuah Awal . . .

Karena sebuah keinginanlah, karena sebuah niatlah sesuatu bisa terjadi, dan juga dijalani.

Begitu juga. . . adanya blog ini, Dwi Yulianti’s Site. . .

Adalah sebuah hasil dari keberanian untuk mempublikasikan untaian catatan seorang pendidik yang masih belajar, catatan tentang gerak, tentang perjuangan, tentang cita juga cinta, tentang dunia-dunia kecil yang turut serta meramaikan belantara perjalanan hidupku.

Yang pastinya, nanti akan diminta pertanggungjawabannya . . .