Pages

Sabtu, 10 November 2012

Beradaptasi dengan Dinamika Baru: Jelang Masa Cuti Persalinan Habis


Cuti saya yang 3 bulan, hampir habis. Hanya tersisa 3 minggu lagi, ehmm tak ada penyesalan dengan waktu yang tersisa. Sebaliknya saya cukup antusias menyambutnya. Bisa dikatakan saya cukup kangen dengan suasana kerja, saya rindu mengajar. Tapi itu tak berarti saya bosan dengan kebersamaan bersama Hanan, putri saya yang 1 minggu lagi 2 bulan. Saya memaknai semuanya sebagai dinamika yang akan membuat saya lebih bijak dalam mengatur hidup, menjadi lebih bermanfaat, menjadi lebih dewasa. Saya senang membayangkan kembali bekerja dengan status baru, ibu ^^


Tentunya banyak persiapan yang harus saya lakukan untuk menyambut dinamika baru dalam kehidupan saya, yang akan mewarnai rutinitas saya. Kalau sejak Hanan lahir 18 September 2012 sampai akhir Oktober, saya menangani Hanan sendirian, untuk persiapan kembali bekerja sudah 1 minggu ini saya sudah ada yang membantu. Saya berpikir waktu 1 bulan sangat cukup untuk membuat saya, Hanan, dan yang momong Hanan untuk beradaptasi. Sudah 1 minggu ini kami memulai beradaptasi. Saya buat scenario seolah-olah saya sudah masuk kerja, jadi nyaris mulai jam 06.30 sampai 12.30 saya tak memegang Hanan, walau saya ada di rumah. Saya hanya melihatnya tertidur di strollernya, menyapanya tanpa menyentuhnya. Saya akan kembali menggendong dan menyusuinya setelah jam 12.30. Aaahhhh, begitu saja rasanya sudah sangat kangen. Hari pertama kedua beradaptasi, saya merasa Hanan diambil sementara dari saya . . . hehe agak lebay ya, maklumlah 1,5 bulan saya benar-benar menangani Hanan sendiri. 


Mengadaptasikan Hanan juga, terutama untuk melihat pola menyusu Hanan. Selama saya cuti 1,5 bulan, Hanan minum sesukanya. Setiap dia menginginkan, saya juga siap sedia menyusuinya. Bahkan sebelum dia lapar atau bangun dari tidurnya, saya berikan lebih dulu. Jadi Hanan tak pernah merasa kelaparan. Sudah kesepakatan bersama suami, sejak saya hamil. Akan memberikan ASI eksklusif (ASIX) untuk anak-anak kami (Hanan juga adik-adiknya kelak). Sehingga karena saya bekerja perlu planning sendiri untuk bisa ASIX. Sebelumnya saya sudah belajar dan praktek perah ASI, baik menggunakan tangan ataupun alat. Saya sudah punya 6 botol stock ASI dengan ukuram beragam saat mulai adaptasi. Nah mengadaptasikan Hanan dengan dot ASI, dan menghitung kebutuhannya, serta jam minumnya. Sebenarnya meminumkan ASI Perah (ASIP) dengan dot tidak disarankan, dikhawatirkan akan bingung putting. Alhamdulillah seminggu ini saat mencoba, Hanan tak menolak saat diberi dot (saya pakai merk H*K*) kemudian saat menyusu langsung ke saya juga tampak enjoy aja. Seminggu ini pula saya menunggu-nunggu jam sekitar saya sampai di rumah nanti saat mulai kerja, kalau jamnya sudah tiba, yang momong Hanan akan mengatakan, “Itu Bunda sudah pulang” sambil menyerahkan Hanan pada saya, saya menciumnya, menggendongnya, lalu menyusuinya dengan posisi favorit kami berdua.  Aih . . . rasanya seperti benar-benar tak jumpa seharian penuh. Jadi ingat suami, yang harus bersabar selama 2 minggu untuk bisa menggendong putrinya, sabar dulu yaa Abi.

Hanan termasuk bayi perempuan yang kuat menyusunya (mbah utinya mengatakan “roso”), jadi waktu menyiapkan ASIP yang sudah dicairkan dan dihangatkan sebanyak 60ml, sekitar 5 menit sudah tandas habis. Masya Allah nduk, bunda memerah 60ml ASI sekitar 30 menit wewww. Tapi itu tak masalah, justru semakin membuat saya giat memerah ASI. Dalam kurun waktu jam 07.00 – 12.00, Hanan saya coba minum pukul 08.30, 10.30 sebenarnya agak kasihan saat mencobanya karena dia beberapa kali menangis ingin minum, tapi saya ingin membuatnya lebih teratur dan disiplin. Karena kesehariannya dia sangat suka menghisap, maklumlah bayi . . . menghisap akan membuatnya sangat nyaman, Hanan memerlukan sekitar 200ml ASIP (2 botol kaca tutup karet) saat jam kerja saya. 


Saya juga mengajari yang momong Hanan, bagaimana cara menyajikan ASIP. Mulai dari mengambilnya di freezer/kulkas, cara mencairkan dan menghangatkan, sampai daya tahan ASIP itu sendiri di suhu ruang. Sebenarnya yang membantu menjaga Hanan saat saya bekerja nanti, sudah cukup berpengalaman merawat bayi dan balita, namun untuk bayi yang diberi full ASI baru Hanan yang dia tangani. Seminggu ini saya juga belajar memerah ASI di jam-jam istirahat saya, jadi walau dirumah saat kira-kira jam istirahat mengajar saya juga memerah ASI, memperhitungkan waktunya dan berapa banyak yang diperoleh. 


Bismillah, seminggu ini saya dan Hanan telah mencoba beradaptasi. Menikmati dinamikanya, kadang memang terasa sangat tak mudah, berlelah-lelah. Namun, janji Bunda dan Abi untuk memberikan yang terbaik untukmu nduk akan sekuat tenaga kami usahakan. Jadi ingat slogan salah satu organisasi pecinta ASI, “Berikan hak bayi untuk memperoleh ASI” ^^.

Sabtu, 03 November 2012

Posisi Posterior, Posisi Bayi Hanan dalam Rahim Jelang Persalinan


Sejak di vonis SC untuk melahirkan Hanan, yang membuat saya lumayan down dan schok. Saya berusaha mencari-cari informasi tentang diagnosa dr. Ardian Suryo, Sp.OG bahwa bayi saya posisinya menghadap jalan lahir (bahasa bekennya mlumah). Pun setelah Hanan akhirnya lahir dengan operasi Caesar, di waktu luang saya masih searching via google tentang “posisi” tersebut. Sebenarnya apa yang disampaikan oleh dokter sudah lumayan jelas, namun saya tetap ingin mencari informasi ini, agar mendapat pencerahan yang lebih cerah. Setelah mencari, akhirnya kemarin saya menemukannya di artikel terbaru site bidan Yessi, bidankita.com.


Yup, posisi Hanan saat di USG lewat HPL wajahnya yang terlihat, artinya posisinya menghadap ke muka, mlumah. Normalnya membelakangi jalan lahir. Posisi ini dalam bahasa kedokteran disebut posterior yang normal disebut anterior. Posisi posterior sesuai apa yang say abaca di bidankita adalah posisi kepala janin di bawah, tetapi bagian belakang kepalanya melawan tulang belakang, artinya posisi kepala adalah mlumah/menghadap ke atas (seharusnya menghadap ke bawah). Sesuai yang diceritakan Bu Bidan Pristi (Bidan tempat saya periksa dan konsultasi), posisi bayi seperti ini masih bisa lahir normal. Buktinya Bidan Pristi pernah menolong kasus seperti ini 4 kali, dengan perjuangan dan pertaruhan luar biasa besar. Karena posisi ini dapat membuat proses persalinan menjadi lebih sulit, akibatnya ibu yang melahirkan merasakan sakit punggung yang lebih sakit dibandingkan ibu bersalin yang posisi normal. Selain itu menurut tulisan di bidankita, proses persalinan panjang dan lambat. Persis sekali dengan yang di ceritakan Bu Pristi, bahwa mengejannya saja 3 jam . . . 


Akibat lainnya kemungkinan mengalami ketuban pecah dini (KPD) yang tentu saja berbahaya untuk kesejahteraan janin. Yaahhh, ini saya alami karena saya merasakan ketuban saya pecah saat pembukaan baru pembukaan dua, saat akan masuk ruang operasi. Berikutnya jika dilahirkan normal, kemungkinan bayi dengan posisi ini ketika sudah sampai bagian bawah panggul, dia perlu mengubah posisinya 180 derajat supaya kepalanya dapat dilahirkan. Ini berlangsung cukup lama. Jika tidak mau berubah posisi harus dibantu dengan facuum. Wiiih membayangkan ngeri.


Dalam tulisan tentang posisi ini di site bidankita.com, Bidan Yessi menolong ibu yang ternyata posisinya bayinya posterior. Ibu ini cukup tegar dan kuat, keinginannya untuk melahirkan normal “gentle birth” sangat luar biasa. Ketahuan saat proses persalinan, sudah sampai pembukaan Sembilan. Pada akhirnya ibu tersebut dirujuk untuk Caesar. Ada beberapa penyebab kenapa bayi bisa mempunyai posisi posterior, bisa langsung dilihat di sini. Di tulisan site bidankita, juga beberapa trik/tips mengatasinya.


Saya banyak belajar dari tulisan tersebut. Hal lain yang saya dapatkan setelah mengalami sendiri, juga menggali informasi tentang posisi bayi posterior adalah rasa syukur yang tiada terkira. Rasa syukur karena malam sebelum Hanan lahir Allah swt memberikan petunjuk untuk memeriksakan kandungan ke dSOG. Tak terbayangkan jika posisi posterior Hanan baru ketahuan saat proses persalinan. Saya juga bersyukur konsultasi dengan Bidan Pristi yang sudah sangat berpengalaman dengan kondisi semacam ini. Saran dan cerita beliau mengarahkan saya untuk SC walau sebelumnya saya kekeuh ingin normal. Dan syukur atas segala kemudahan dari Allah swt. Alhamdulillah, kini Hanan telah lahir, saya bisa memeluk dan menggendongnya. Bismillah, sehat yaa nduk.

Kamis, 01 November 2012

Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, dan Tunjangan Anak

Sebagai orang tua yang taat aturan negara, salah satu kewajiban saya dan suami adalah mengurus akta kelahiran putri pertama kami Hanan Naqiyya. Proses mencari akta kelahiran dimulai dari melengkapi beberapa dokumen untuk persyaratan. Berbekal tanya-tanya ke bapak, ke mbak saya, juga searching di internet, saya dapatkan daftar persyaratan sebagai berikut:

Persyaratan mengurus akta kelahiran:
  •  Surat Keterangan lahir dari dokter/bidan penolong
  •  Surat Keterangan lahir dari desa/kelurahan
  • Foto copy Kartu Keluarga, disertai KK asli
  • Foto copy KTP kedua orang tua
  • Foto copy KTP dua saksi
  • Biaya untuk administrasi pengurusan

S  Setelah mendapatkan list persyaratan saya dan suami mulai mengumpulkan persyaratan yang diperlukan.
Pertama, surat keterangan lahir dari dokter/bidan penolong. Saat pulang dari Rumah Sakit Griya Husada Madiun, saya diberi dokumen ini oleh perawat, yang ditandatangani oleh dr. Ardian Suryo, Sp.OG. Namun pada akhirnya surat keterangan lahir ini tidak saya gunakan, alasannya hanya demi kemudahan mengurusnya. Hanan lahir di RS yang ada di wilayah Madiun, sedangkan untuk mencari akta kelahiran nantinya di Dispenduk Kabupaten Magetan. Akan ada kerumitan tersendiri. Untuk itu saya meminta surat keterangan lahir dari bidan yang merujuk saya, yang jelas posisinya ada di wilayah Kabupaten Magetan.

Kedua, surat keterangan lahir dari desa. Ini cepat beres, karena bantuan dari bapak. Karena bapak adalah ketua RT mempunyai hubungan yang cukup baik dengan perangkat desa. Jadi saya maupun suami tak perlu datang ke kantor desa, cukup bapak saja ^^

Ketiga, Foto copy KK. KK sudah ada. Tentunya yang tertera di KK baru nama suami selaku kepala keluarga dan nama saya. Nama Hanan belum masuk. Sehingga mengurus akta kelahiran nantinya sekaligus dibuatkan KK baru oleh dispenduk. KK asli disertakan, ditarik oleh dispenduk.

Keempat, Foto copy KTP orang tua. KTP saya dan suami.

Kelima, Foto copy KTP dua saksi, saya pinjam KTP bapak dan mbak saya.

Karena saya sendiri belum bisa keluar-keluar rumah. Pun suami berada di Bandung, untuk pengurusan akta kelahiran Hanan saya minta tolong mbak saya. Yang kebetulan punya teman yang kerja di dispenduk. Alhamdulillah ada kemudahan. Setelah 2 minggu Akta Kelahiran Hanan sekaligus Kartu Keluarga kami yang baru sudah keluar. Ehmm memandangi dua dokumen ini, ada rasa haru. Mengamati nama anak pertama kami di dokumen-dokumen itu. Alhamdulillah, sudah jadi orang tua.


Hal lain yang perlu saya lengkapi adalah mengajukan tunjangan anak pada gaji saya. Merupakan hak PNS untuk mendapatkan tunjangan anak pada gaji setiap bulan. Dulu setelah menikah saya mengurusi tunjangan suami, pernah saya tulis disini. Untuk persyaratan mengajukan tunjangan anak pada gaji hampir sama dengan tunjangan suami/istri. Berikut dokumen yang perlu dilengkapi:
  •   Foto copy SK terakhir
  •   KP 4 (Model C), surat keterangan untuk mendapatkan pembayaran tunjangan keluarga
  •   Foto copy akta kelahiran
Persyaratan tersebut diserahkan kepada pembuat gaji masing-masing SKPD/unit kerja, kalau saya ke bagian pembuat gaji UPTD Pendidikan Kecamatan. Besar tunjangan anak adalah 2% dari gaji pokok (lumayan lah untuk menambah nutrisi ibu yang sedang menyusui hehehe). 

Ahh . . . berapapun itu harus disyukuri. Alhamdulillahirabbil'alamin ^^