Pages

Minggu, 13 November 2011

Pembiasaan Pendidikan Karakter Bangsa di Kelas Saya


Mulai tahun pelajaran baru 2011-2012, dunia pendidikan di Indonesia dikenalkan dengan hal baru dalam ranah-ranah pembelajaran, tidak merubah kurikulum yang sudah ada. Namun disisipi dengan beberapa nilai-nilai luhur, yang diharapkan bisa menjadi pembiasaan bagi anak didik untuk bersikap dan bertindak. Inilah yang disebut dengan Pendidikan Karakter Bangsa. Berdasarkan apa yang pernah saya baca, pendidikan Karakter Bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, kreatif dan inovatif.


Secara terprogram pendidikan karakter bangsa di sekolah merupakan usaha bersama semua guru dan kepala sekolah melalui semua mata pelajaran dan budaya sekolah dalam membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada peserta didik. Pembinaan dan pengembangan pendidikan karakter bangsa terjadi melalui proses aktif peserta didik di bawah bimbingan guru dalam kegiatan belajar. Jadi disini, guru dituntut untuk bisa menjadi "sebenarnya" tauladan bagi peserta didik


Sedangkan secara teknis pendidikan karakter bangsa diartikan sebagai proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya, karakter bangsa dan nilai-nilai luhur akhlak mulia yang dilakukan oleh peserta didik secara aktif di bawah bimbingan dan contoh perilaku guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah, serta diwujudkan dalam interaksi sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat.


Memang, disini dibutuhkan pembiasaan-pembiasaan yang bisa mengcreated karakter anak. Pembiasaan-pembiasaan yang terintegrasi dalam pembelajaran, tentu saja berkaitan dengan materi pelajaran dan disertakan dalam pembuatan silabus dan RPP. Adapula pembiasaan-pembiasaan diluar jam pelajaran yang tak ada hubungannya dengan materi pelajaran. Berdasarkan yang saya dapatkan saat dikirim dinas untuk mengikuti Workshop Pengembangan Kurikulum di Batu, Malang awal tahun ajaran baru lalu, ada 18 karakter pendidikan yang dikembangkan, yaitu Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung-jawab.


Penerapannya tak terlalu sulit sebenarnya, namun dibutuhkan kontinyuitas/keistiqomahan dari pendidik (guru) untuk secara sadar melakukan pembenahan, tauladan, juga tak bosan-bosan mengingatkan serta memotivasi peserta didik. kalau yang terintegrasi di kelas, okelah semua guru pasti sudah tahu dan bisa asalkan mau. Namun tentu saja tak cukup dengan materi penjabaran di kelas. Banyak sarana-sarana pembiasaan yang bisa diterapkan diluar kelas. Berikut beberapa hal yang saya lakukan di kelas saya, juga di kelas rekan-rekan saya satu SD, juga yang telah menjadi kesepakatan yaitu:

  1. Pembiasaan dan pemberian tugas piket, saya biasa cerewet dulu saat datang pagi dikelas kalau ternyata kelas dan halaman masih kotor. Dan tak mau memulai mengajar sebelum petugas piket dan sie kebersihan tuntas melakukan tugasnya. Eitsss . . . disini bu gurunya jangan hanya ngomel, but action. Ikutlah serta memegang sapu, membereskan ini itu . . . menjadi tauladan karena aksinya bukan ngomelnya hehehe.
  2. Pemberian tanggung jawab memegang kas kelas, tentu saja ini diterapkan dikelas tinggi (untuk SD yaitu kelas 4, 5, 6). Memfungsikan bendahara kelas untuk memegang uang kas kelas dan beberapa pembayaran yang jumlah uangnya tak terlalu besar. Seperti di kelas saya tiap hari Senin ada iuran Rp 500,- untuk kas kelas. Mereka mengumpulkan sendiri, menghitung, dan melakukan pencatatat masuk-keluar uang. Disini guru hanya mengontrol, membenahi, dan memberikan saran.
  3. Pemberian tugas bertanggungjawab terhadap barang inventaris kelas, tentunya ada beberapa barang di kelas yang membutuhkan perawatan. Libatkan siswa untuk ikut memilikinya dengan ikut merawatnya. Di kelas saya di sediakan galon air minum Aq**, untuk minum siswa yang dipasang diguci keramik. Para siswa secara bergantian bertanggung jawab untuk mencuci gelas minum, dicuci dirumah masing-masing untuk dibawa kembali keesokan harinya. Begitu pula dengan taplak meja, serbet, bendera. bergantian sesuai absen.
  4. Pembiasaan berdoa bersama, berdoa bersama setelah SKJ juga berdoa dikelas masing-masing.
  5. Pembiasaan disiplin masuk kelas, berbaris rapi sebelum masuk kelas. Semakin susah rapi, semakin lama berdiri di depan kelas.
  6. Pembiasaan dengan kebersihan diri, yang paling sering saya lakukan adalah memeriksa kuku tangan bagi yang berkuku panjang stop dulu di luar, sembari menyelesaikan acara memotong kukunya.
  7. Mengucapkan salam saat masuk kelas
  8. Sholat dhuha bersama, juga sholat dhuhur berjamaah -dalam rencana, nunggu musholanya 100% jadi-

Ini hanya sebagian kecil saja, tentunya masing-masing pendidik mempunyai cara sendiri untuk memberikan kebiasaan pada peserta didik. Tergantung kekreatifan guru dan kemauan guru. Jadi 18 karakter bangsa yang ditetapkan janganlah hanya menjadi wacana atau hanya tertulis di RPP-silabus saja, dengan maksud agar Pengawas Sekolah ACC dengan pekerjaan kita. Namun benar-benar dijadikan motivasi lain bagi pendidik untuk menyelamatkan karakter anak bangsa, sembari memberikan sejuta tauladan, nasehat, penanaman akhlaq mulia. Bismillah, selamat bekerja!!!




Selasa, 01 November 2011

Mengemas Kenangan di Rumah Kost

Rumah itu sederhana saja, terletak di salah satu sisi pertigaan Jalan Sawo dengan jalan tembus ke Jalan Raya Monginsidi, letak SMA 1 Magetan. Jalan Sawo, merupakan salah satu jalan sentra lingkungan industry kecil kerajinan kulit. Produk yang terkenal adalah sepatu dan sandal. Jelaslah kanan kiri, depan belakang rumah sederhana tadi adalah pabrik-pabrik sepatu home industry. Dibandingkan dengan rumah yang lain, yang sudah mengalami modernisasi karena menjadi ruko, tentulah rumah tadi tampak sangat kuno. Namun rumah tadi amatlah bersih. Walau pintu dan jendelanya model jadul, lantainya pun bukan keramik hanya berlapis semen yang halus. Rumah sederhana itu adalah rumah kost saya, selama 3 tahun menuntut ilmu di SMA 1 Magetan.

Di rumah itu hanya ada 2 kamar yang disewakan. Satu kamar dengan ukuran 2,5 x 3,5 meter. Dan kamar yang lain dengan ukuran hampir 2 kali lipatnya. Tahun pertama ketika saya kost di rumah itu, harga sewanya hanya 20ribu per bulan. Kelas 1 SMA saya menempati kamar yang ukurannya lebih kecil bersama mbak kandung saya yang sudah kelas 3. Sementara kamar yang besar ditempati oleh 4 orang. 3 kakak kelas saya (salah satunya adalah saudara sepupu saya) dan 1 teman seangkatan. Tahun kedua, setelah mbak saya lulus, posisinya digantikan oleh Mbak Erna, kakak kelas saya yang manis dan cerdas namun agak pendiam dibandingkan yang lain. Sementara kamar sebelah ditempati 3 orang. Harga kost naik menjadi 25ribu sebulan. Tahun terakhir, hanya saya dan teman seangkatan, Teh Rini Latifah yang tersisa. Kami berdua pindah ke kamar yang lebih besar. Terasa longgar namun menjadi sepi. Sampai akhirnya datang satu teman kami, Peni. Bertiga kami bertahan di kostan itu.

Rumah kost yang saya tempati selama 3 tahun itu, jaraknya sekitar 350 meter dari SMA 1 Magetan. Tak sampai 7 menit kami sudah sampai. Memang agak jauh dibandingkan dengan kost-kost elit yang tepat di depan SMA. Sering pula kami jalan setengah lari karena baru keluar kostan sudah terdengar bel masuk berbunyi, walhasil ngos-ngosan sampai di pintu gerbang, melihat wakasek kesiswaan berdiri berkacak pinggang…hehe. Ini adalah kebiasaan buruk, Kota Magetan yang sangat dingin di pagi hari membuat kami berenam malas mandi pagi-pagi. Jadinya setelah pukul 05.30 acara antri mandi baru dimulai. Dengan cepat dan kilat, gosok gigi harus diluar kamar mandi. Karena kamar mandinya hanya 1.

Dengan harga hanya 20-25ribu tentu saja saya dan teman-teman harus masak sendiri. Tapi kami hanya masak nasi. Pada hari senin pagi, ketika satu per satu berdatangan dari kampung. Masing-masing membawa beras 1-2kg, ada pula yang membawa gula, ada pula ibu yang berbaik hati membuatkan lauk apa saja. Cara memasak nasi yang kami terapkan adalah cara mengetim. Yaitu menanak nasi dengan cara meletakkan beras di wadah alumunium lalu diberi air dengan ukuran dua ruas jari telunjuk. Kemudian dimasukkan ke panci yang sudah diberi air pula. Dijerang di kompor minyak tanah, lalu tunggu selama 1 jam. Biasanya masa menunggu ini, kami manfaatkan untuk belajar, tidur-tiduran, ngobrol, dll. Tak jarang kami lupa, baru ingat setelah tercium bau gosong . . . wush tanpa dikomando satu dua diantara kami berlarian ke dapur, menyelamatkan si nasi.

Karena sudah punya nasi, kami tinggal membeli lauknya. Untuk sarapan, beruntung jarak satu rumah dengan kostan kami ada penjual pecel yang enak sekali. Jadi biasanya secara bergantian sambil antri mandi kami membawa sepiring nasi panas ke penjual pecel, nanti Lik Harti akan menambahkan bermacam sayuran dan menuangkan sambal pecel diatasnya plus satu buah lentho. Menu sederhana ini harganya cukup Rp 500,00. Murah sekali kan. Untuk makan siang, kalau kami pulang tepat waktu tak ada urusan ekstra dan praktikum di sekolahan, kami membeli lauk dari penjual lauk pauk dan gorengan yang berkeliling tepat pukul 13.30 atau membeli gado-gado di tetangga sebelah (gado-gado disini buat lauk, jadi kami tetap menambahkan nasi) atau menggoreng telur ceplok. Bagaimana dengan makan malam? Nasi tentu saja ada. Bu Um, ibu kost kami yang hanya sendirian tinggal di rumah itu. Setiap sore berbaik hati memberi kami lauk, satu mangkok sayur dibagi untuk semua, dan masing-masing satu potong tempe atau ikan lainnya. Walaupun begitu kami sangat menikmatinya, enak sekali rasanya.

Setiap shalat maghrib, isya dan subuh kami shalat berjamaah, salah satu dari kami menjadi imamnya. Usai shalat maghrib, bersahutan bacaan alquran dari kamar masing-masing. Harus saya akui, kondisi di kostan ini pula yang membuat saya lebih sadar untuk mempelajari agama dengan semangat yang lebih baik lagi. Bertahan untuk tak tergoda dengan hal-hal yang tak sejalan dengan hukum Islam.

Tiga tahun bersama teman, juga mbak-mbak kost, sudah menjadi satu keluarga. Suka duka kami jalani bersama. Tawa dan tangis, senang dan sedih. Kost ini memang menjadi saksi dalam 3 tahun perjalanan hidup masing-masing dari kami. Kost kami memang sangat sederhana tapi begitu nyaman, dengan ibu kost yang baik hati pula. Oleh karena itu, hampir tiap sore ada saja teman-teman salah satu kami yang datang ke kost, sekedar ngobrol, belajar, urusan organisasi dan sebagainya. Makanya tak pernah sepi. Kami belajar bersama, tidak bisa satu soal cukup bertanya dengan yang lain. Maka yang bisa akan menjelaskan dengan sejelas-jelasnya. Alhamdulillah saya punya teman kost seangkatan Teh Rini yang pandai Matematika dan Fisika ^^.

Semakin mengingat, semakin berkelebatan penggalan-penggalan kisah di kost sederhana ini. Luar biasa, saya merasakan begitu banyak cinta, begitu banyak pengalaman, yang mengajarkan arti “berjuang” pada saya. Lebih peka, tinggal bersama. Mengikis egois, berbagi dengan teman lainnya. Sampai akhirnya, setelah 3 tahun saya sempurna menuntaskan belajar saya di SMA 1 Magetan. Sempurna juga, waktu saya berdiam di kamar kost saya, rumah kost kami. Mengepak barang-barang, mengemas setiap kenangan. Menyusul pendahulu kami, mbak-mbak kost kami menuju kota impian, menjemput cita-cita. Dengan ucapan syukur dan doa, juga perpisahan yang sebenarnya menyesakkan dada. Mencium takzim tangan keriput ibu kost kami. Bersama ucapan terima kasih yang tiada tara. Kostan itu akan menjadi bagian sejarah hidup saya, pun saya yakin begitu pula dengan sahabat-sahabat saya.