Pages

Selasa, 22 Desember 2009

Merenungi Cinta Ibu

Bayu Gawtama dalam About Love: Cinta Abadi diambil dari eramuslim


“Ma, itu apa, yang kelap-kelip di atas “? telunjukku mengarah ke langit.
“Itu namanya bintang nak, salah satu ciptaan Allah yang menakjubkan,” terang Mama dengan sempurna sekaligus bijak.


Kutahu, usiaku dua tahun lebih sedikit waktu itu. Usia yang selalu ingin tahu segala hal
dan mengejar seribu jawaban dari siapapun terhadap hal yang baru kulihat. Dan Mama, dialah yang paling sabar menerangkan semua tanya itu, meski tak pernah kupuas, tapi aku cukup yakin saat itu, bahwa Mama segala tahu. Sejak malam itu, aku selalu berdiri di belakang rumah menengadah ke langit memandangi jutaan bintang yang berkelap-kelip, dan setiap saat itu pula Mama setia menemaniku. Aku ingat, mama cukup kerepotan mencari jawaban ketika aku bertanya, apakah bintang-bintang itu juga punya nama. Dengan cerdik, Mama menjelaskan bahwa bintang-bintang itu sama dengan kita, manusia. Kalau manusia punya nama, berarti bintang pun memiliki nama.

“Yang disebelah sana, namanya siapa ma”? Keningnya berkerut, otaknya berputar mencari jawaban.

Hingga akhirnya, “ooh, yang itu mama tahu, ia adalah bintang mama, karena namanya sama persis dengan nama anak mama ini”? dekapannya begitu hangat, tak ada yang bisa melakukan semua itu kecuali mama.


Waktu itu yang kutahu, mama sekedar menjalankan kewajibannya sebagai orang tua untuk menemani dan membahagiakanku. Keesokkan harinya, setiap malam tiba. Mama sudah tahu, sebelum waktu tidurku tiba, aku selalu mengajaknya memandangi langit. Karena kini aku semakin senang, sejak mama mengatakan bahwa bintang yang pernah kutunjuk itu adalah aku. Tapi, hari ini mama membuatku kecewa, karena mama tak bisa menemaniku. Mama sakit, begitu kata Papa.

Aku menangis, sebab malam itu aku berniat tidak hanya minta mama menemaniku
seperti malam-malam sebelumnya. Tapi aku ingin mama mengambilkanku bintang-bintang itu dan membawanya ke rumah. Aku ingin mereka menjadi temanku bermain hingga aku tak perlu bersedih setiap ketika larut mama mengajakku masuk.
Tapi Mama tetap tak bisa membantuku. Jangankan untuk mengambilkanku bintangbintang, sekedar duduk bersama di belakang rumah, merasai sentuhan angin yang lembut, dan menyapa kedamaian malam, serta tersenyum membalas lambaian sang bulan pun, mama tak kuat. Hingga malam berakhir, aku masih kecewa.


Malam itu bahkan aku tak mau makan, hingga mama yang sedang sakitpun harus memaksakan diri tetap menyenandungkan nyanyian cinta pengantar tidur. Untuk yang ini pun yang aku tahu, adalah juga kewajiban orangtua, menyanyikan lagu pengantar tidur. Esok harinya aku demam. Karena semalaman tidak mau makan setelah beberapa jam di
belakang rumah “bermain-main” dengan bintang-bintang. Meski sedikit cemas, mama tak pernah panik. Sentuhan hangat mama, membaluri ramuan khusus ke seluruh tubuh kecil ini.


Dua hari sudah, tak kunjung sembuh demamku. Padahal mama sudah membawaku ke dokter. Mama semakin panik. Panasku meninggi dan sering mengigau. Tetapi justru disaat mengigau itulah mama tahu obat terbaik untuk menyembuhkanku. (sampai disini, aku masih beranggapan, mencarikan obat, menyembuhkan anak, adalah sekedar kewajiban orangtua) ? Aku tidak tahu apa yang mama perbuat. Setelah terlelap beberapa jam, aku terbangun, dan aku terkejut, hampir tak percaya apa yang kutatap di langit-langit kamarku. Bintang-bintang ? mama membuatkanku bintang-bintang dari kertas berwarna metalik, banyak sekali, puluhan, entah, mungkin ratusan. Sebagiannya digantung sebagian lagi dibiarkan berserakan di tempat tidur dan lantai kamar. Kuciumi mama karena telah membawakan bintang-bintang dari langit itu ke rumah. Dan mama benar, kulihat di masing-masing bintang itu ada namanya, salah satunya, ada bintang yang paling bagus dan paling besar, diberinya namaku.


Anak mama yang dulu kerap memandangi bintang itu, kini sudah dewasa. Sudah hidup
mandiri. Tapi aku tetap anak mama. Kemarin, kutelepon mama mengabariku bahwa aku sedang tidak sehat dan tidak masuk kantor. Beberapa jam kemudian, diantar papa dan salah seorang adikku, mama datang. Aku memang tetap bintangnya mama, dibiarkannya kepalaku bersandar dipeluknya, kurasakan kembali kehangatan itu. hingga aku tertidur.
Sore, mama hendak pulang.

Sebenarnya aku ingin sekali menahannya untuk tinggal beberapa hari, tapi adikku berbisik, “Waktu abang telepon, mama sebenarnya sedang sakit “?
Ada setitik air disudut mata ini. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Kini, sekali lagi
kusadari. Semua yang dilakukan mama untukku, bukanlah kewajiban. Itulah yang disebut cinta, cinta abadi. Cinta yang takkan pernah bisa aku membalasnya. Dan mama adalah bintang sesungguhnya bagiku.

Minggu, 13 Desember 2009

Lupa Kuncinya ....

Sambil mengambil sandal di rak serambi samping masjid Agung, jantung saya berdetak sekian kali lebih cepat. Berlomba dengan langkah tergesa menelusuri pelataran masjid menuju tempat parkir. Sebelumnya . . . usai shalat maghrib, saat melipat mukena tiba-tiba saya teringat kunci kontak sepeda motor saya. Meraba saku tidak ada, mengeluarkan semua isi tas kecil yang dibawa kakak saya pun hasilnya nihil. Dalam hitungan sepersekian detik, beberapa asumsi saya bermunculan . . . oohhh jangan-jangan masih menancap di jok sepeda. Semakin berdeguplah dada saya. Rasanya lama untuk segera sampai ke tempat parkir di depan masjid. Dalam langkah-langkah saya, saya berdoa sederhana saja Bismillahhirohmanirrahim yaa Allah, pernah saya menyelamatkan kunci sepeda motor seseorang sehingga sepeda motornya tidak hilang, maka selamatkan juga kunci kontak dan sepedamotor saya. Doa khusuk diantara gemuruh jiwa yang kian riuh.


Serasa sangat lega, syukur menyebut asma-Nya, saat ujung kaca mata saya menangkap sepeda motor saya masih tetap berdiri dengan tenang. Begitu menghampirinya, bapak penjaga parkir senyum-senyum menyambut saya. Ternyata beliau yang menyimpannya, setelah saya lupa meninggalkannya begitu saja usai memasukkan kaos tangan di bagasi. Saya mengucapkan terima kasih pada beliau. Alhamdulillahirrobilalamin . . . .


Untuk kedua kalinya saya begitu teledor meninggalkan kunci menancap di jok sepeda saat berada di tempat umum. Kejadian di masjid agung itu adalah yang kedua. Kejadian yang pertama di tempat parkir Timbul Jaya Plasa. Kala itu saya baru sadar, setelah satu jam lebih muter-muter di toko buku Salemba. Begitu membuka dompet di depan kasir, saya tersentak. Sejurus kemudian sembari menuruni eskalator yang ditingkahi gemuruh riuh di dada, saya berdoa agar Allah menyelamatkan kontak dan sepeda motor saya. Doa yang sama dengan kejadian yang kedua. Alhamdulillah, Allah menjaganya . . . sepeda motor tetap ditempatnya. Kuncinya juga masih menancap di tempat yang sama. Dalam perjalanan pulang tak henti-hentinya saya bersyukur kepada Allah yang Maha Baik.


Apa yang kita alami memang tidak lepas dengan apa yang kita lakukan sebelumnya. Bismillahhirohmanirrahim yaa Allah, pernah saya menyelamatkan kunci sepeda motor seseorang sehingga sepeda motornya tidak hilang, maka selamatkan juga kunci kontak dan sepedamotor saya. Itulah doa sederhana saya. Memang jauh sebelum kejadian-kejadian itu, ketika berada di parkiran Sri Ratu saya melihat kunci kontak yang masih menggantung di jok. Saya tidak tahu siapa pemiliknya. Lalu saya mengambil kunci tersebut dan menyerahkan kepada petugas parkir, saya yakin petugas itu akan bertanggungjawab dengan kunci dan sepeda motor tersebut.


Tentunnya apa yang saya lakukan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kisah 3 orang laki-laki yang terkurung di dalam gua. Pada akhirnya mereka bisa keluar setelah satu persatu menyatakan amalan terbaik penuh keikhlasan yang pernah mereka lakukan. Pintu gua terbuka lebar, yupz! Karena pertolongan Allah semata.


Saya belajar banyak dari kejadian tersebut.

Bagaimana agar lebih teliti dan tidak teledor, sekarang setelah membuka jok kunci langsung saya cabut, baru kemudian memasukkan barang ke bagasi.


Betapa perlunya kita berdoa ketika keluar rumah, mohon penjagaan sepenuhnya dari Allah. Walau hanya dengan bismilahirahmanirahim. Kalimat permohonan ijin dan pengakuan atas otoritas Allah. Rosulullah menerangkan keutamaan seseorang yang mengucapkan basmalah ”Setiap urusan yang baik yang tidak diawali dengan bismilahirahmanirahim maka tidak akan mendapat berkah" Kalimat yang jika kita mengucapkan dengan sadar dan sungguh-sungguh, akan menghasilkan tiga kebaikkan, yaitu:

  • Akan terjaga dari setan.

  • Akan timbul pada dirinya sikap yang benar dan membawa dirinya ke arah yang benar.

  • Akan menerima pertolongan dan ridha Allah


Keharusan untuk berlaku ikhlas dan tolong-menolong dengan sesama. Maka Allah juga akan memberikan kemudahan dan pertolonganNya . . . .


Yah . . . bukan lupa liriknya, bukan hanya ingat kuncinya . . . . tapi yang saya alami lupa kuncinya . . . .^^

Jumat, 27 November 2009

BBB - Bikin “Bakso Ber-ukhuwah”

Berawal dari sepotong ide yang meloncat dari kepala salah satu teman Liqo’ saya, akhirnya jadi juga kami mengadakan faniyah. Kali ini temanya nyoba bikin bakso. Rencana sudah dipersiapkan, tempat sudah ditentukan . . . dan saatnya sekelompok ibu-ibu muda untuk beraksi.

Seperti biasa acara dibuka dengan tilawah bersama secara bergantian, satu sama lain saling menyimak. Diteruskan dengan sepotong tausyiah. Cukup, sengaja beberapa agenda kami tiadakan agar pulangnya tidak kesorean. Namanya juga ibu-ibu muda, pengalaman masak-memasak belum sebanyak ibu-ibu kita. Tapi berbekal pengalaman seorang ukhti diantara kami yang sering melihat tetangganya yang tukang jualan bakso membuat bakso, kami merasa lebih tenang dan agak PD.

Ternyata tidak terlalu sulit membuat bakso, bisa di bilang cukup praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Atau kalau boleh saya bilang tidak beda jauh dengan bikin sop. Kira-kira resepnya seperti ini:

Bahan dan Bumbu:
  • 1 Kg daging sapi giling (biasanya di tempat penggilingan, kalo untuk bahan bakso oleh pemiliknya sudah dicampur dengan bumbu, tepung terigu, dan telur. Jadi kita tinggal membentuknya saja)
  • 6 siung bawang putih, disangrai sebentar kemudian dihaluskan.
  • ½ sdt merica bubuk.
  • ½ sdt gula
  • Bawang daun dipotong-potong
  • Air kaldu
  • Untuk pelengkap: Mie Bihun (yang telah dimasak sebentar dalam air mendidih), Bawang merah goreng, daun seledri.
Cara Membuat:
  • Ambil adonan daging dengan tangan dan genggam, keluarkan pencet. Lalu ambil bulatan bakso dengan sendok. Masukkan ke air panas yang mendidih di atas kompor. Tunggu sampai terapung. Kemudian angkat dan tiriskan.


begini caranya membuat bulatan bakso . . .
  • Untuk kuah kaldu, siapkan kaldu sapi tambahkan bumbu garam, merica, bawang putih yang telah dihaluskan, bawang daun, gula, masak sampai mendidih.





tetep saja . . . ibu2 masak sambil ngrumpi

Penyajian:
  • Siapkan mangkok, isi dengan bihun, bakso, daun seledri yang telah diiris halus, bawang merah goreng, terakhir tuangi dengan kuah. Hemmm . . . siap dinikmati




saatnya mempersiapkan penyajian dan bikin minum

Walhasil liqo’ sore itu kita pesta bakso. Sangat seru masak bareng-bareng dengan saudara yang sekian waktu bersama dalam sebuah kumpulan, saling memberikan tausyiah, saling memberikan semangat, memberikan nasehat, juga bersama Murobbi yang kata-katanya menyejukkan jiwa. Tak ketinggalan jundi-jundi kecil teman-teman liqo saya, yang lucu dengan celotehnya (semoga saya segera menyusul mereka), Subhanalllah . . . . luar biasa. Faniyah yang menyenangkan, acara-acara seperti ini akan semakin memberikan bekas jelas untuk pelakunya, kian mengenal saudaranya dan tentu saja memperkuat ukhuwah. Dan menambah kesyukuran telah berada dikumpulan ’para pembelajar’.




neeh hasilnya . . . selamat menikmati . . .

Sebelum pulang kami sibuk bungkus-bungkus, untuk yang di rumah. Kalau saya spesial untuk suami, yang sudah dengan senang hati mengantar dan menjemput saya liqo’ hari itu^^ kebetulan sedang ada di rumah. Acara ditutup dengan senyum, dan surprise hari itu . . . sebelum doa kharatul majelis dan doa Rhabithah diucapkan. Mbak Endah, jomblo tunggal diantara kami . . . minta waktu sebentar untuk menyampaikan sesuatu sambil mengeluarkan beberapa lembar undangan warna ungu. Sontak . . . seperti ada yang mengomando kami bertahmid, memuji-Nya. Subhanallah . . . ternyata waktu itu telah tiba, yup! Awal Desember ini dia akan mengikat janji. Saya dan teman-teman satu per satu merangkul lama mbak Endah, Barakallah yaa . . . ukhti.
Akhirnya sebentar lagi . . . 8 akhwat halaqah kami sudah menjadi nyonya-nyonya semua . . .^^. Benar-benar sore yang sangat indah, mengiringi kami khusuk membisikkan doa Rhabitah . . .

. . . . Ya Allah Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan Mahabbah hanya kepada-Mu. Bertemu untuk taat kepadamu. Bersatu dalam rangka menyeru di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya.
. . . . .

Kamis, 29 Oktober 2009

Cerpen, Bisa Menyemangati . . .



Sudah lama saya tidak membaca cerpen . . . tepatnya kumpulan cerpen (Kumcer). Semuanya pasti tahu apa itu cerpen, yupz!! Akronim dari Cerita Pendek, cerita fiksi nan ringan untuk dikonsumsi mata ketika otak tidak ingin banyak berpikir. Seingat saya, terakhir kali saya membaca buku yang berisi kumpulan cerpen (bukan Novel) adalah sekitar dua tahun yang lalu. Ketika sedang mengerjakan skripsi tentang karaktristik cerpen Islami.


Sejak SMA saya memang sangat suka membaca cerpen, tak urung saya rela berhemat uang saku yang tak banyak untuk berlangganan majalah Annida. Saat itu, cerpen-cerpen di dalamnya begitu luar biasa. Selalu meninggalkan kesan yang begitu dalam. Meninggalkan jejak ruhiyah yang jelas. Bahkan sering muncul keinginan dalam diri untuk menulis cerpen juga (baca: menjadi penulis) . . . tapiii ups!! Setiap kali nyoba nulis cerpen, baru 10 persen saja terasa buntu . . .hehe, gak bakat. Eh . . . tapi saya pernah menjadi juara satu lomba nulis cerpen tingkat SMA lho judulnya ”Hidayah yang Teruntai Sebelum Subuh” ingat banget hadiahnya adalah Al Quran, lomba nulis cerpen Islami yang diadakan oleh Rohis dalam rangka peringatan Isra’ Mi’raj . . . hehe lumayan keren kan ^^.


Kembali ke awal, memang lama sekali saya tidak menikmati kesenangan membaca cerpen . . . sampai pada akhirnya tadi malam saya menemukan soft copy kumpulan cerpen dalam Laptop kakak saya, cerpen-cerpen tersebut ditulis oleh penulis-penulis hebat. Sebut saja Izzatul Jannah, Sakti Wibowo, Helvy Tiana Rosa, Muttaqwiati, dan tak ketinggalan satu cerpen dari Ust. Anis Matta. Perlahan saya mulai membacanya, menikmatinya, serasa masuk ke dalam suasana berbeda (jadi lebay . . . ^^). Yah, memang benar fiksi yang bagus akan memberikan pelajaran berharga bagi pembacanya, setiap menyelesaikan satu judul ada getar yang meresonansi hati saya untuk bersyukur. Ada semangat yang menyelinap, semangat untuk banyak belajar, semangat untuk menjadi hamba-Nya yang baik, semangat untuk menjadi Muslimah dan Istri yang baik, semangat untuk ikhlas, semangat untuk lebih bertawakal berhusnudzon billah dan banyaaak lagi . . . .


“Jadilah pohon yang besar, menjadi sarang bagi burung-burung, menjadi tempat berteduh yang menenangkan, menjadi tempat bergantung, dan bahkan menampung resapan air untuk kemudian menjadi sumber mata air.” (Sakti wibowo)


Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”(HR At Tirmudzi)


Dua potong tulisan tersebut, hanyalah sedikit rangkaian kata yang membuat saya lebih bersemangat, bergetar ketika membaca kumcer tersebut.


Yup! Membaca cerpen (Islami) mungkin adalah salah satu kesenangan saya, yang mendatangkan semangat bagi diri saya. Ketika melakukannya, saya menikmati kesenangan yang menyemangati. Mengambil dari Tarbawi, alasan kenapa kesenangan itu harus dinikmati . . .

  • Membangkitkan dan melestarikan keceriaan dalam jiwa
  • Menciptakan keharmonisan dan keberagaman dalam kehidupan
  • Mengambil bagian tertentu yang merupakan rahmat dari Allah


Silahkan masing-masing dari diri kita menemukan kesenangan, tentu saja yang tidak melanggar atau menyalahi kaidah-kaidah agama . . . . untuk menjadi kesenangan yang menyemangati.

Rabu, 07 Oktober 2009

Ketika Dua Hati Menyatu . . .


Untuk saudara sepupuku Ukhti Erra Enggal Utaminingtyas yang telah menikah dengan Akhi Eka Prasetyawan.
Barakallah laka wa baraka alayka wa jamaa baynakuma fii khoir . . .
Semoga Allah selalu menghimpun kalian dalam kebaikan.
Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan.
Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah.
Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan disetiap gerak dalam keluarga.
Jua Allah yang menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world “akhirat”.
Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian.
Allahumma Aamiin

(Bayu Gautama, dalam Mendayunglah Kalian Hingga Ketepian)



bersama suami, ikut nampang ba'da aqad

Selasa, 15 September 2009

Kue Untuk Ibu Mertua

Mau tidak mau, suka tidak suka Ramadhan sudah hampir sampai di penghujungnya. Artinya sebentar lagi hari Raya Idul Fitri atau kalau orang Indonesia menyebutnya lebaran. Dijadikan ajang saling silaturahmi dan memberi. Ada satu hal baru yang ingin saya lakukan di tahun ini . . . Membuat kue, selain untuk di rumah sendiri (rumah ortu, red) juga ingin saya kirimkan ke ibu mertua . . . ^^


Ehm . . . selama ini saya belum pernah bikin kue kering sendiri, biasanya sekedar jadi asisten amatiran bulik saya itupun sudah 2 atau 3 tahun yang lalu. Berbekal resep yang berhasil saya dapatkan di google. Dengan segala kerumitan proses, alhamdulillah akhirnya selesai.


Menurut resep yang saya jadikan acuan, nama kue tersebut adalah Kue Putri Salju dan Choocochips Cookies . . . insya Allah sudah banyak yang tahu dan pernah mencicipi. Neh hasilnya . . .



ini yang akan dikirim ke ibu mertua


Ehm . . . saat membuat kue-kue tersebut saya tidak sendirian, ditemani my sister dan keponakan saya yang cantik jelita “Mega”.




Mega


Setelah segala proses tadi, alhamdulillah jadi lebih bersemangat untuk belajar dan lebih rajin memasak . . . juga termotivasi dengan rangkaian kata ini . . .

“Dzikir bisa dilakukan setiap saat: ketika berdiri, duduk, dan bahkan telentang. Zikir dalam hati berarti selalu mengingat Allah Swt. dan merasakan kehadiran-Nya. Buahnya adalah malu berbuat sesuatu yang dimurkai Allah Swt. Ketika sedang masak, seorang Muslimah pun bisa tetap berdzikir, yakni merenungkan ayat-ayat kauniyah-Nya”

(K.H. Miftah Faridl dalam Spiritual Kitchen Menjadikan Dapur sebagai Laboratorium Ruhani)



Semangat!!!


Rabu, 09 September 2009

Kualitas Umur

Taken From: Republika, 16 Maret 2006

”Ada dua nikmat yang bisa menipu kebanyakan manusia, sehat dan waktu luang”, demikian pesan Rasulullah SAW kepada Abu Dzar Al-Ghifari. Sehat dan waktu luang menenggelamkan manusia dalam kubangan rutinitas keseharian yang menumbuhkan benih-benih cinta dunia.

Akibatnya, cakrawala hidup pun menyempit. Hidupnya dihayati sebagai kehidupan yang sejati. Padahal, di ujung muara kehidupan ini, terdapat pintu gerbang ke kehidupan yang lebih kekal. Pintu gerbang itu adalah kematian. Hidup manusia merupakan rentangan antara kelahiran dan kematian. Rentangan hidup itu disebut umur. Dalam tiap tahap perguliran hari, umur manusia bukannya bertambah, tapi justru berkurang.

Dalam Al-Mawaidz fi al-Ahadits al-Qudsiyah yang disusun Imam Ghazali, Allah SWT berfirman, ''Wahai anak cucu Adam, kau akan menghadap dengan amalmu. Sejak kau dilahirkan ibumu, umurmu setiap hari digerogoti, setiap hari kau mendekati kuburmu sampai akhirnya kau benar-benar masuk di dalamnya.''

Oleh karena itu, Rasulullah SAW berwasiat, ''Wahai Abu Dzar, manfaatkan yang lima sebelum datang yang lima. Masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, dan kayamu sebelum miskinmu, luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.''

Alquran menaruh perhatian atas fenomena umur ini. Alquran menggunakan dua istilah, sinn (usia) dan umur. Usia disebut sinn, yang berarti juga gigi karena gigi menandai usia. Sedangkan kata umur, yang seakar dengan kata ma'mur (makmur), mengandung arti kesinambungan atau ketinggian.

Perinciannya sebagai berikut, sebanyak 27 kali kata yang seakar dengan umur disebut dalam Alquran; tiga kali berhubungan dengan memakmurkan bumi dan melaksanakan umrah; dua kali terkait dengan memakmurkan masjid. Sekali menyebut bait al-ma'mur yang berada di langit, tiga kali menceritakan kisah keluarga Imran, dan lima belas kali berbicara usia.

Nilai kesejatian umur tidak tampak dari kuantitas umur, tapi kualitas umur. Maksudnya, bisa jadi seseorang berumur panjang namun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menabung amal saleh. Sehingga, umurnya berlalu tanpa makna.

Umur yang berkualitas adalah umur yang diisi secara efektif untuk melakukan kerja-kerja kesalehan, baik kesalehan vertikal (ubudiyah) maupun kesalehan horizontal (muamalah). Kualitas umur tersebut akan lebih nyata terlihat ketika seseorang dijemput sang malaikat maut. Apakah kematiannya ditangisi dan diratapi karena kehilangan, ataukah disyukuri.

Tak ada satu manusia pun yang mampu memprediksi berapa umurnya. Oleh sebab itu, yang mampu dilakukan oleh tiap diri adalah bagaimana mengukir kebaikan sebagai prasasti yang tertoreh dalam sejarah hidupnya.

Note:
For my husband, Barakallah atas nikmat usia (090909)
Semoga sisa usia makin bermakna untuk kualitas yang semakin baik


Minggu, 23 Agustus 2009

Bersyukur dan Jangan Menyerah

Jangan Menyerah

By: D’Masive


Tak ada manusia

Yang terlahir sempurna

Jangan kau sesali

Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah

Dapatkan cobaan yang berat

Seakan hidup ini

Tak ada artinya lagi


Ref 1:

Syukuri apa yang ada

Hidup adalah anugrah

Tetap jalani hidup ini

Melakukan yang terbaik


Tak ada manusia

Yang terlahir sempurna

Jangan kau sesali

Segala yang telah terjadi


Ref 2:

Tuhan pasti kan menunjukkan

Kebesaran dan kuasaNya

Bagi hambaNya yang sabar

Dan tak kenal putus asa


Jangan menyerah . . . . jangan menyerah


Memang seharusnya begitulah ketika kita berjalan, pantang menyerah dan tiada kata berputus asa. Allah pun telah berfirman dalam surat-surat cintaNya . . .

" . . ., jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS. 12:87)

"Ibrahim berkata, tidak ada orang yang berputus asa dari Rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS. 15:56)


Dan harus pandai-pandai mensyukuri setiap apapun yang kita terima. Apapun yang diberikan oleh Allah pada hambaNya pastilah yang terbaik baginya. Senantiasa bersyukur dengan apapun yang dianugrahkan bagi kita . . . coz Allah always does thins right, Allah gives the very best to those who leave the choices up to HIM.


maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Albaqarah:152)

Karena itu, hendalah Allah saja yang engkau sembah dan hendaklah engkau termasuk orang yang bersyukur” (QS. Az Zumar:66)

. . . Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur” (QS. Saba':19)


Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik, syukuri anugrah hidup ini, Allah akan selalu memberikan petunjuk pada hambaNya yang sabar dan tidak berputus asa . . . . Jangan Menyerah


Minggu, 09 Agustus 2009

Sambut Ramadhan dengan Ceria

Ehm . . . Bulan Syawal sudah sampai lebih dari setengahnya, itu artinya bulan Ramadhan semakin nampak di ambang pintu. Bulan Ramadhan, bulan dimana kita sebagai hamba-Nya diwajibkan untuk berpuasa. Perintah Allah ini terdapat dalam firman-Nya QS. Al Baqarah:183

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”

Yup agar kita mempunyai gelar muttaqin, dan mendapat piala yang sangat berharga yaitu piala Ar Royan . . . pintu surga yang disiapkan oleh Allah special to hamba-Nya yang berpuasa di bulan Ramadhan . . .

“Sesungguhnya di dalam syurga ada pintu bernama Royyan, tidak ada yang memasukinya kecuali mereka yang shaum Ramadhan” (Muttafaq Allaih)

Ehm . . . siapa yang mauuuuu . . .??? Secara fitrah dan imaniyah pasti kita ingin meraihnya, berebut untuk mendapatkannya. Mendapat gelar dan piala dari Allah, yang tentu saja lebih mulia daripada pujian manusia.
Kita ingin sukses di terminal ruhiyah ini, bulan Ramadhan yang mulia. Peraih sukses Ramadhan yaitu yang mampu melewati event besar Ramadhan mulai dari start sampai ke finishnya.

Tentunya untuk mensukseskannya diperlukan berbagai persiapan, seperti Rosulullah mempersiapkan diri untuk Ramadhan, 9 bulan sebelumnya . . . Sementara kita sekarang saja masih disibukkan dengan berbagai hal. Kalah dengan media elektronik yang sudah menampilkan sinetron-sinetron yang “katanya” sinetron ramadhan dan Islami, trailer tayangan-tayangan teman makan sahurpun sudah ada, tak ketinggalan iklan yang mendadak jadi banyak iklan sirupnya . . .hehe.

Subhanallah, saatnya berbenah jangan terus-terusan diam tak melakukan apa-apa. Karena perlu ada persiapan untuk menjadi musafir iman di bulan Ramadhan. Secara garis besar ada tiga hal yang perlu disiapkan di Sya’ban ini untuk menjemput Ramadhan, antara lain:
  • Persiapan Maknawiyah / ruhani
Persiapan dalam kategori ini dapat dipenuhi dengan membiasakan diri menggiatkan amal ibadah madhah kita. Misalnya memperbanyak shoum sunnah, qiyamul lail, tilawah Alquran, dan sedekah. Ini sebagai pemanasan, agar fluktuasi ibadah kita kian meningkat di bulan Ramadhan, grafiknya naik terus.

  • Persiapan Fikriyah / pengetahuan
Hal ini sangat penting, kita perlu mengupdate pengetahuan kita tentang ibadah-ibadah di bulan Ramadhan, juga keutamaan-keutamaannya untuk meningkatkan kualitas ibadah serta menambah motivasi. Karena dengan ilmu, amal kita akan semakin baik.

  • Persiapan Maaliyah / materi
Yang ini juga gak kalah penting, untuk meningkatkan ibadah-ibadah sosial kita. Banyak amalan di bulan Ramadhan yang dapat tertunaikan dengan sebagian harta. Misalnya memberikan makanan buka puasa di masjid, sedekah, menyediakan makanan untuk peserta tadarus di mushola setelah shalat tarwih, dan jangan lupa zakat di penghujung Ramadhan.


Itulah tiga persiapan menyambut Ramadhan, bulan yang luar biasa. Mari kita songsong dengan semangat yang menggelora.
Sambut Ramadhan dengan ceria . . .

Selasa, 28 Juli 2009

Istiqamah


Maka tetaplah (istiqomahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Hud:12)

Istiqomah adalah . . .
Abu Bakar as Shiddiq ra.
Ketika ditanya tentang Istiqomah ia menjawab, bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)

Umar bin Khattab ra.
Istiqamah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipu musang.

Utsman bin Affan ra.
Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt.

Ali bin Abi Thalib ra.
Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban.

Hasan Bashri
Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan

Mujahid
Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai beretemu dengan Allah swt.

Ibnu Taimiah
Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menengok kiri kanan.


Orang yang istiqamah bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti.

Belum Banyak Asam yang Tercicipi



Alhamdulillah . . . sudah 7 bulan saya menikah, menjadi seorang istri, mempunyai suami. Seorang yang selalu membutuhkan support dari saya, dan menjadi sandaran bagi saya. 7 bulan berlalu, tentunya belum banyak “asam garam” pernikahan yang saya cicipi. Lebih banyak terasa manis, walau kadang sedikit asam justru itu membuat citra rasanya lebih kuat. Kuantitas pertemuan yang minim, coz saya dan suami memang jauh-jauhan, 2 pekan sekali baru bertemu . . . membuat harus rajin mengisi kantong-kantong kesabaran. Hanya saja, jarangnya pertemuan itu membuat kami selalu seperti pengantin baru . . . hehe.


Kalau ada pertanyaan gimana rasanya sudah berkeluarga, tapi jauh-jauhan? Tentu saja saya akan menjawab lebih enak tidak jauh-jauhan, satu rumah dengan suami/istri. Seperti tausyiah ustadz Sarjo ketika saya dan suami bersilaturahmi beberapa hari setelah menikah, beliau berkata, cepat atau lambat sebaiknya segera serumah menjadi satu karena bila ada masalah tidak ada penundaan untuk segera menyelesaikannya. Agar setiap masalah yang ada segera cepat terselesaikan. Ibaratnya pohon semakin tinggi maka angin yang menerpapun akan semakin kencang. Begitupula dengan hidup berumah tangga, ada rasa manis namun tak ketinggalan asam, asin, dan pahitnya. Sembari memberikan motivasi kepada kami. Saya masih sangat bersyukur dengan kondisi kami, karena ada pasangan suami istri lain yang mempunyai ujian lebih dari kami. Kuantitas pertemuannya bisa hanya 1, 2 bulan atau 1 tahun sekali. Pun saudara sepupu saya yang akan menikah . . . kemungkinan besar tahun-tahun pertama menikah hanya bertemu 4 bulan sekali.


Misalnya ketika saya sakit, inginnya ditemani suami, ada suami disisi yang memotivasi. Begitupula saat suami telepon dengan suara serak karena flu . . . yang ada hanya kekhawatiran dan nasehat, segera maem, minum obat, istirahat yang cukup dan kurangi minum kopi. Yaa hanya itu, tak ada gerak yang lebik konkret untuk merawat dan mendampinginya . . . hiks . . . hiks. Selama ini kami memang mengandalkan ponsel untuk berkomunikasi . . . memang sebagian besar pos pengeluaran keuangan keluarga adalah untuk pulsa dan tiket . . . ehm, harus berhemat di pos-pos yang lain.


Jadi ingat ketika di atas gerbong kereta, menunggu kereta bertolak dari stasiun Bandung. Sempat ngobrol dengan bapak berusia diatas 50an yang mengantarkan istrinya (Istrinya duduk di seat seberang saya). Dari obrolan sebentar itu, saya tahu bahwa bapak itu adalah seorang dosen di Bandung dan istrinya adalah PNS di pemkot Madiun. Sejak awal menikah sampai mempunyai cucu, bapak-ibu tadi menjalani rumah tangga jarak jauh. Si bapak pulang satu minggu sekali ke Madiun. Ketika aku bertanya kenapa istri bapak tidak mutasi saja, beliau menjawab karena saya ingin menetap di Madiun saja, kalau sudah pensiun. Saya belajar dari bapak ibu tadi, ketika saya cerita kepada suami, dia komentar . . . ternyata tidak hanya kita yang seperti ini. Alhamdulillah saat itu ada sumber kekuatan untuk menjadikan saya dan suami lebih sabar.


Meskipun demikian, tentu saja saya tidak ingin jauh-jauhan dengan suami sampai kami berdua pensiun. Kami tetap berencana untuk serumah. Menunggu waktu yang tepat untuk bergerak . . . insyaAllah semoga Allah memudahkan rencana itu. Karena saya tidak ingin anak kami kelak tumbuh tanpa sosok dan bimbingan ayah yang selalu ada, saya tidak ingin anak saya hanya mempunyai ayah pada hari sabtu dan minggu saja. Pun dengan suami saya, tidak ingin menjadi suami dan ayah weekend . . . ^_^. Kami tetap ingin menyaksikan pertumbuhan buah hati kami kelak berdua, juga membimbing serta membesarkannya bersama.


Yup!! Sabar dan bersyukur dengan kondisi ini.

Berusaha dan berdoa, agar Allah memudahkan langkah-langkah ini.

Bulatkan azzam, dan bertawakal kepada Allah.