Pages

Selasa, 06 Desember 2011

Mengajar Dengan Cinta

Saat hari guru tanggal 25 November kemarin saya mendapat SMS dari beberapa teman, salah satunya yang paling berkesan dan mengena, yaitu


"Ketika melihat murid-murid menjengkelkan dan melelahkan, maka hadirkanlah gambaran bahwa di antara satu dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju surga . . . Selamat Berjuang wahai guru!!! Kebahagiaan kita adalah saat menyadari murid kita adalah butiran-butiran tasbih pengabdian kita kepada-Nya. Selamat HARI GURU NASIONAL" -SMS 09.20, 25 November 2011-


Malu, malu sekali saya membaca. SMS tersebut ibarat sindiran yang telak tepat di hati saya. Terbayanglah segala tindak tanduk, sikap tingkah saya, saat kelas sedang terasa "panas", menjengkelkan. Saat banyak yang tak mengerjakan PR, saat para siswa berlaku tak sesuai aturan main yang disepakati, saat mulut ini sudah serasa berbusa menjelaskan namun ada diantara para siswa yang ngobrol sendiri tak memperhatikan, lebih parah lagi si pelaku tak mampu menjawab pertanyaan. Lalu emosi "menjengkelkan-melelahkan" memenuhi hati dan pikiran. Detik-detik ini tekad untuk mengajar dengan cinta seperti terbang tak terkejar.



Yah, SMS dari seorang kawan tersebut mengembalikan semangat saya, semangat untuk terus menyemangati diri guna mengajar dengan cinta. Mengajar dengan sepenuh hati, dengan pilar-pilar sabar yang kentara. Tak bisa dihindari memang, satu waktu pasti ada rasa jengah dan jengkel guru saat mengajar siswanya. Namanya juga siswa yang notabene masih anak-anak, dengan perangai multiemosional. Jangankan anak SD yang usia 7-12 tahun. Bahkan guru SMA pun pernah mendengar cerita salah satu binaan (mentoring di SMA) saya yang cerita kalau gurunya marah-marah dan mengancam tidak mau mengajar kelasnya, karena jengkel dengan sikap siswa sekelas. Nah lho, apalagi anak SD. Usia bermain, tentu saja rasa bosan di kelas akan membuat mereka bertingkah "aneh".



Saat kondisi error dikelas seperti contoh kondisi di atas (yang saya tinta merah, red), tentunya juga sangat salah kalau guru membiarkan siswanya seenaknya saja. Disini dibutuhkan action yang bisa membenahi sikap siswa. Salah satunya adalah memarahi mereka. Ingat memarahi, yaaa memarahi dan bukan m.a.r.a.h. Walaupun berasal dari kata yang sama, namun sebenarnya ada esensi yang berbeda disini, yang seharusnya tak dicampur satu sama lain agar tak menimbulkan efek yang lebih negatif. M.A.R.A.H adalah luapan emosi yang tidak terkontrol, sedangkan memarahi adalah sebuah seni bermain peran. Memarahi bisa digeneralisasikan dengan menegur, merupakan bentuk kepedulian. Namun yang sering salah dilakukan adalah memarahi dengan marah, akibatnya teguran sang guru tak nyampe ke siswa, yang diingat anak hanya bahwa guruku hobbynya marah-marah. waduuuuhhhhh.


Pernah baca-baca, ada beberapa tips memarahi anak/siswa:
  1. menyatakan dengan jelas perilaku mana yang kurang tepat
  2. memberikan alasan mengapa perilaku itu kurang tepat
  3. menunjukkan cara bagaimana berperilaku yang baik
  4. menghindari memberikan hukuman fisik
  5. menghindari memberikan ungkapan/label yang kasar dan sepihak
  6. menghindari ancaman yang tak masuk akal
  7. menunjukkan sikap tegas

Setidaknya dengan sikap memarahi yang benar tersebut akan memberikan teguran yang mengena, guru tak akan dijuluki tukang marah, namun guru yang penuh cinta, menegurpun dengan cinta. Inilah semangat pembaruan bagi saya pribadi agar tak mudah jengkel dengan perilaku siswa-siswa saya. Karena mereka adalah amanah bagi saya, juga bagi rekan-rekan pengajar yang lain. Dan insyaAllah salah satu dari mereka (mudah-mudahan tak hanya satu tapi puluhan bahkan ratusan) akan menarik tangan kita menuju ke surga. Amin yaa Rabb.

2 komentar:

  1. tadi malam melihat sebuah tayangan religi yang bertema bahagia, cinta, dan airmata.

    satu hal yang menarik perhatianku yaitu pada bahasan dengan cinta maka kita bisa memahami, tanpa cinta kita tak kan bisa memahami

    hemm sepertinya ini cocok untuk kondisi mengajar, mengajarlah dengan cinta, maka kita akan memahami situasi terlebih situasi yang ada di kepala si murid.

    --asli mas komen ngene ki mung teori tok ha ha, adeklah yang lebih jago, tapi siapa tahu bermanfaat--

    BalasHapus
  2. hehehe, walaupun hanya teori bagi adek ini adalah nasehat yang menyemangati . . . terima kasih mas ^^

    BalasHapus