Pages

Selasa, 21 Desember 2010

Scouts Of SDN Rejosari On Vacation


Setelah 4 hari menjalani ulangan umum bersama, sekarang giliran anak2 untuk refreshing. Kali ini dikemas dalam kegiatan ekstra Pramuka. Judulnya Jalan-jalan untuk mengenal lingkungan sejarah dan alam. Tujuannya adalah ke salah satu situs sejarah di Kabupaten Madiun yaitu Monumen Peristiwa PKI 1948 di Desa Kresek, Dungus, Kabupaten Madiun. Cukup dengan membayar Rp 5.000 saja, anak-anak kelas 4, 5, dan 6 bisa ikut kegiatan ini.



Persiapan berangkat

Yup! Pukul 07.30, 2 truk sudah siap dihalaman sekolah . . . anak-anak yang berpakaian pramuka juga sudah tidak sabar untuk berebut menaikinya. Setelah disiapkan dan berdoa bersama perjalanan pun dimulai. Truk mulai bergerak beriringan menyusuri jalan raya, semakin lama semakin jauh meninggal Jalan Pandean II. Memasuki kota Madiun masih jam 8, matahari belum terlalu terik. Dengan riang gembira anak-anak bernyanyi menyenandungkan suara hati. Tak terasa kini truk menyusuri jalan yang mulai menanjak, jalan yang tak terlalu luas seperti sebelumnya. Pemandangan deretan ruko, dan perumahan, berubah menjadi hamparan sawah terasiring dengan latar punggung Gunung Wilis. Sesekali tampak aliran sungai dengan batu-batu terjal.

View yang tampak dari dalam truk

Sekitar 1 jam perjalanan sudah sampai dilokasi yang dituju. Ehm, saya sendiri baru sekali ke tempat ini. Begitu turun ada hamparan taman luas, berselang-seling antara tanah yang di paving dan tanah berumput. Cukup bagus dan rapi . . . indah. Kondisi monumen ini sangat bersih. Memasuki gerbang ada sebuah prasasti berukuran besar yang mencantumkan korban pemberontakan PKI Madiun tahun1948. Semakin ke dalam ada sebuah pendopo untuk beristirahat. Melangkah lebih jauh, semakin dekat dengan bukit yang sudah ditata apik dengan tangga. Ketinggiannya sekitar 10 meter, diatas bukit ada monumen lagi. Patung orang yang menghunus parang, hendak menebas leher lawan. Selain itu ada relief yang menggambarkan sebuah pertempuran. Disitu anak-anak mendengarkan penjelasan dari pemandu sang juru kunci. Setelah cukup beristirahat, kami kembali turum ke bawah.

Pendopo di tengah taman

Bukit monumen yang tampak dari bawah

Prasasti

Di pendopo kami duduk-duduk lagi, menikmati bekal yang dibawa dari rumah. Menikmati arem-arem (beras yang dicampur dengan sedikit ketan, dibungkus daun pisang, ditengahnya diberi sedikit campuran kering tempe dan ayam, lalu dikukus) buatan Bu Nana (salah satu rekan, red), cukup nikmat dikala perut begitu lapar dan cukup mengenyangkan.

nampang

Yang ini diluar rencana, karena waktu masih cukup. Kami memutuskan mampir ke bumi perkemahan Grape, tak jauh dari situ sekitar 2 km. Kembali dengan truk kami dimobilisasi. Disini pemandangannya tak kalah indah. Udaranya tidak dingin, tapi sangat sejuk. Suara aliran air sungai berbatu sangat keras. Wah, anak-anak berlarian, kompak berniat bermain air dan basah-basahan. Namun kompak pula saya dan rekan-rekan berteriak melarang. Hehehe kontan muncul wajah-wajah kecewa, dan gerutu yang tak jelas.

Tapi ada hiburan yang menantang, mengobati kekecewaan. Disitu ada sarana untuk Flying Fox. Sekali naik mencoba membayar Rp 5.000 anak-anak berebut. Satu per satu yang berminat mencoba. Sambil menunggu, ada pula yang makan bekal nasi yang dibawa dari rumah, atau main ayunan. Atau duduk saja.

Flying Fox

Karena perut saya dan teman-teman pun mulai keroncongan, kami pun bergeser ke tempat makan yang ada ditepi rimba perekemahan. Tentunya setelah memastikan anak-anak dalam kondisi aman dan terkendali. Warung yang sangat biasa dan sederhana. Ada bermacam olahan. Tapi pilihan saya dan teman-teman adalah Wader Penyet (wader adalah jenis ikan yang hidup liar di sungai). Menunggunya lumayan lama juga. Akhirnya datang juga, sebakul nasi panas, 4 piring ikan wader, sambal yang menggoda selera, lalapan, dan daun kunci yang telah direbus dicampur dengan sambal kelapa (kuluban/krawu). Bismillah . . . ehm . . . mantap, hanya saja sambalnya terlalu pedas bagi saya. Bagi anda pecinta rasa pedas pasti akan cocok.. . . berkali-kali saya mendesis kepedasan, tapi hal itu tak menghentikan semangat saya untuk menghabiskan makan ^^ begitu juga teman-teman.


Yang siap disantap

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30, waktunya juga untuk berberes pulang. Walaupun anak-anak ada juga yang enggan pulang karena belum dapat kesempatan mencoba Flying Fox.

Menyusuri kembali jalan yang sama, kami pulang . . . dengan rasa masih gembira, bernyanyi bersama diatas kereta kencana (baca truk) . . . .

3 komentar:

  1. lah umi ndak ikut flying fox...??
    kapan kapan guru guru SD rejosari diusulin main arum jeram gitu lho mi..
    ntar aku ikut..he he

    BalasHapus
  2. Pengen sih bisa nyoba flying fox.
    cuma gak PEDE . . .

    BalasHapus
  3. he he ... flying foxnya harus di zona akhwat hik hik...

    BalasHapus