Pages

Selasa, 28 Oktober 2008

Refleksi: Memaknai Semangat “Sumpah Pemuda” dan Potret Pemuda . . .

Hari ini 28 Oktober, genap 80 tahun yang lalu sekitar 750 orang utusan dari organisasi pemuda yang ada saat itu, dengan penuh gelora semangat persatuan . . . mengikrarkan sumpah yang menjadi fase penegas bagi perjuangan anak bangsa. Yup!! Sumpah Pemuda. Bertempat di Gedung Indonesch Clubhuis, para pemuda bersemangat baja itu mengadakan kongres pemuda II yang diketuai oleh Sugondo Joyo Puspito. Dengan kuncup-kuncup harapan atas sebuah kerinduan persatuan, akhirnya diperolehlah keputusan penting dalam kongres tersebut . . . ikrar SUMPAH PEMUDA. Hayoo . . . hafal gak gimana bunyinya, ehm . . . masak kalah ma murid-muridku . . . hehe.

Perjuangan pemuda-pemuda usia belasan sampai 20 tahunan itu memang luar biasa, mereka mampu mengukir sejarah dalam usianya yang masih belia. Sebut saja Muhammad Yamin, Joko Marsaid, Amir Syarifuddin . . . juga tidak ketinggalan WR. Supratman yang saat itu berusia 25 tahun, dengan gesekan biolanya memperdengarkan lagu Indonesia Raya yang pada akhirnya dengan beberapa perubahan lagu itu menjadi lagu kebanggaan bangsa ini.


Memaknai Sumpah pemuda, adalah peletak semangat persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan Negara ditempatkan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Karena setelah adanya peristiwa itu, perjuangan bangsa Indonesia semakin dijiwai oleh semangat persatuan dan kesatuan. Semangat Sumpah Pemuda telah berhasil mempersatukan langkah perjuangan bangsa Indonesia. Prestasi besar pemuda 80 tahun yang lalu, ketika era masih dalam keterbatasan . . . segala macam tekhnologi masih hanya sebagai impian . . . jangankan impian, bahkan mungkin belum terbayang sama sekali . . . tetapi sosok pemuda itu punya niat tulus, semangat yang lurus untuk pembuktian iman. Yah . . . karena cinta tanah air adalah cabang iman.


Sudah seharusnyalah . . . pada saat ini, pemuda bangsa ini juga bisa memaknai semangat para pendahulunya. Semangat untuk mengukir sejarah, melukis legenda hidup dengan warna yang indah . . . Bukan menjadi generasi-generasi yang tak diharapkan.


Masih ingat salah satu tausyiah yang disampaikan oleh murobbi zaman liqo’at SMA dulu. Tentang kondisi obyektif pemuda Islam, yaitu:

1. Pemuda Taman Ria, pemuda yang menganut gaya hidup hedonisme dan sangat rawan terjerumus dalam kemaksiatan.

2. Pemuda Pondok Indah, sang Murobbi yang memang berasal dari Jakarta menjelaskan . . . bahwa Pondok Indah merupakan kawasan elite di Jakarta. Jadi potret yang berkenaan dengan tipe ini adalah model pemuda yang hidup serba enak.

3. Pemuda Taman Safari, pemuda yang suka tawuran, nakal, dan tipenya agresif.

4. Pemuda Sekolah, pemuda yang hidupnya untuk sekolah. Study Oriented.

5. Pemuda Masjid, nah . . . golongan ini yang unik. Karena disisi lain teman-temannya hidup bersenang-senang tetapi mereka sibuk mengurusi masjid, bisa membagi waktu antara Shalat, sekolah, dan rumah. Selalu berusaha mengisi waktunya dengan aktivitas yang bermanfaat.

Dari kondisi tersebut, kita tahu berbagai karakter pemuda zaman ini . . . pemuda yang akan menjadi generasi harapan. Harapan untuk menjadi pemimpin dan pembangun peradaban, atau yang diharapkan untuk hilang begitu saja . . . karena sudah dinilai tidak akan mampu berdiri apalagi bergerak.


Sudah sepatutnyalah, para pemuda bergerak, punya semangat . . . menjadi generasi-generasi robbani. Generasi yang tangguh, memperbaiki kondisi masyarakat. Mengamalkan ilmu yang dipunya sesuai bidang untuk kepentingan umat. Tentunya dengan niat benar . . . yang akan menjadikan amal kecil menjadi besar. Meniru, yaa . . . meniru. Meneladani, yaa meneladani . . . niat dan gerak para pendahulu kita, pejuang Sumpah Pemuda . . . atau yang lebih terdahulu . . . teladan pemuda-pemuda kahfi . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar