Pages

Selasa, 05 November 2019

RUMAH I






Memiliki rumah adalah impian setiap orang, mungkin lebih tepatnya sebuah keluarga. Bahkan dalam Islam salah satu izzah seorang laki-laki/suami adalah memiliki hunian yang nyaman dan luas. Pada awalnya memiliki rumah sendiri tidak menjadi prioritas saya dan suami. Kami menyisihkan penghasilan berdua untuk membeli kendaraan roda empat yang akan menunjang aktivitas keluarga. Namun pada akhirnya mindsite itu berubah cepat karena satu alasan yang sangat kuat. Keputusan untuk membeli rumah ini belum ditunjang kemampuan keuangan (tabungan) kami yang masih sangat jauh dari cukup. Tapi kami harus bergerak, saya sebagai istri yang saat itu sedang hamil anak kedua dengan usia kandungan 3 bulan, malah yang menguatkan suami, pasti bisa.



Cari Lokasi dan Survey Harga di Desember 2014
Langkah awal adalah harus memastikan tempat dimana rumah itu akan dibangun. Sebelumnya saya dan suami tinggal di rumah bapak saya. Yang lokasi hanya 10 menit dari tempat saya bekerja. Sementara kantor suami di kota Madiun, sekitar 35 menit dari rumah orang tua. Dengan pertimbangan kemudahan akses, kemungkinan-kemungkinan masa mendatang, rencana dimana nantinya anak-anak akan sekolah, akhirnya kami memutuskan akan membeli atau membangun rumah di kota Madiun. Sekarang Madiun sebelah mana? Hanya satu yang saya pikirkan saat itu, Madiun yang dekat perbatasan.

Berbekal info dari beberapa teman, saya dan suami mulai mensurvey 3 lokasi. 2 lokasi pertama sebenarnya paling dekat, namun ada beberapa alasan yang membuat kami tidak sreg. Posisinya yang terlalu nyempil, perumahan kurang berkembang, luas tanah dan tipenya, denah yang ditawarkan. Di lokasi ketiga, entahlah kami kok sudah mulai nyaman ketika mulai lihat-lihat lokasinya. Ketika masuk ke lokasi sudah ada beberapa rumah yang berdiri walau masih proses 0 – 70 %, banyak pekerja tentunya. Saat itu kami berhenti di rumah yang sudah hampir jadi, rumah yang sekarang tepat disebelah rumah kami. Kami masuk lihat-lihat, tak selang berapa lama ada mas-mas yang usianya sebaya dengan kami. Ternyata mas tersebut adalah salah satu marketing PT. Suna, developer perumahan ini. Kami berkenalan, dan beberapa info akurat kami dapatkan. Setelah saling menyimpan no. telp masing-masing, kami pulang.




Tentukan Tipenya.
Selang beberapa hari, mantap sudah untuk memiliki 1 unit di perumahan itu. Dari brosur yang kami dapat ada 4 tipe rumah yang ditawarkan yaitu Tipe B/56, Tipe A/65, Tipe X, Tipe EX, dua tipe terakhir sudah tak masuk hitungan kami. Rumah 2 lantai yang tentu saja harganya jauh dari jangkauan. Setelah diskusi berdua, menimbang ini dan itu, tipe B/56 menjadi pilihan kami. Kesepakatanpun diambil. Membuat janji dengan mas marketing yang  Alhamdulillah begitu sabar dan baik hati. Ada info dan diskusi yang menjadi kesepakatan, antara lain:

  1. Rumah dengan luas bangunan asli sesuai denah 56 m², luas tanah 105 m²
  2. Denah dalam rumah bisa dirubah, dengan penyesuaian harga.
  3. Tembok batas belakang bisa ditinggikan demi keamanan dengan penyesuaian harga
  4. Kusen dan pintu bisa bawa sendiri, misalnya mau cari kayu jati, dengan penyesuaian harga.
  5. Bagian depan rumah harus sesuai desain developer, tidak bisa dimajukan dengan alasan kesamaan dengan bangunan lain.
  6. DP adalah 1/3 dari harga. Dan rumah akan dibangun jika 50% DP sudah dibayarkan.
Alhamdulillah 1 tahap rampung lagi. Bismillahirrahmanirrahim, lanjut ke selanjutnya.




Membangun Rumah di Maret 2015
Membayarkan uang 50% DP agar rumah bisa segera dibangun bukan perkara yang sangat gampang bagi kami berdua. Apalagi kami juga tidak ingin merepotkan orang tua. Saya sebagai seorang perempuan tetap menghitung-hitung kemampuan keuangan. Apalagi saya sedang hamil, pastinya akan banyak persiapan yang dibutuhkan dan saya sudah di vonis dokter untuk SC lagi. Wow banget. Mengecek tabungan kami, mengecek penghasilan kami berdua, menghitung pengeluaran wajib setiap bulan, memprediksi, dan memperkirakan. Bismillahirrahmanirrahim insya Allah bisa segera dibayarkan, sebagian disisakan, sebagian di simpan sedikit saja untuk kondisi tak terduga. Dengan terus memohon petunjuk dan kemudahan dari Allah SWT. Jujur saja saya sempat galau saat itu. Tapi saya harus yakin bahwa matematika Allah itu luar biasa. Yang penting sebagai hamba adalah terus berusaha, dan tawakal padanya.

Alhamdulillah kami punya bisnis sampingan jualan buku online, usaha dan doa harus kuat. Harus. Bekerjalah maka keajaiban. Quote ajaib dari Salim A. Fillah di bukunya Dalam Dekapan Ukhuwah itu sangat mempengaruhi saya saai ituSaya ingat sekali saat itu ditengah kesibukan, masa berat kehamilan yang mulai menua. Saya masih rajin mengirim paket buku sekardus ke JNE untuk dikirim ke banyak pembeli, dengan naik sepeda motor sepulang saya dari mengajar. Hampir setiap hari senin-jumat. Sementara Hanan di rumah dengan yang momong. Sedangkan suami kerja di kantornya usai maghrib baru pulang. Biidznillah saya sehat-sehat saja, baik-baik saja. Lelah sih iya, tapi bahagia.

Tahap demi tahap rumah mulai dibangun, dengan estimasi waktu pembangunan 8-10 bulan. Dan di 8-10 bulan itu saya dan suami harus berusaha membayar sisa DP yang menjadi kesepakatan. Dan jujur saja jumlah cicilan DP per bulan bukanlah jumlah yang sedikit bagi kami. Saat itu jika gaji kami digabung, akan sisa beberapa saja dari membayar cicilan DP untuk keperluan sehari-hari. Disisi lain, kami juga harus menyisakan tabungan untuk proses kelahiran dan aqiqah anak lanang insyaAllah. Wow banget rasanya, rasa percaya dan selalu positif thingking menjadi dua hal yang menjadi pegangan. 


Insya Allah bersambung ke RUMAH II



Tidak ada komentar:

Posting Komentar