Pages

Sabtu, 13 September 2008

Bu Yuli, Assalamu’alaikum . . .

Ehm, di Ramadhan ini. Tentu saja kerja seperti biasa, tapi juga luar biasa. Karena ini bulan yang luar biasa, waktu berdiam dikantorpun lebih singkat dari hari biasa. Alhamdulillah bisa dimanfaatkan untuk mengejar target Ramadhan dan kegiatan sosial lainnya. Juga tugas di rumah yang pasti diprioritaskan.

Seperti pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya. . .

Wajahku selalu ceria, senyum terkembang, dan hati gembira. Begitu sosokku memasuki gerbang SD tempat aku bekerja. Yach, aku adalah seorang guru SD. Walau awalnya, ketika berangkat hati agak gak nyaman karena suatu masalah. Tapi semua akan berubah saat aku melihat sosok-sosok kecil, murid-muridku.

Senyum dan kegembiraan itu semakin semarak, bilamana murid-muridku berlari kecil menyongsong kedatanganku. Satu sama lain mereka berebut mendekatiku sambil mengulurkan tangan mungil ingin mencium tanganku. Padahal aku masih dalam proses mematikan mesin Vega Biruku, helm pun masih menutupi kepala dan wajahku. Tetapi tangan-tangan kecil itu tetap berebut, ”Saya dulu bu. . .saya dulu bu” celoteh mereka membuatku semakin merasa geli.

Iseng saja kukatakan, ”Hayooo. . . . Hom pim pah dulu, yang menang nanti duluan”. Usikku sambil menyelesaikan proses memarkir sepeda dan melepas helm. Sontak mereka menghentikan sesi perebutan itu. Langsung Hom pim pa. Nah akhirnya ada yang menang juga. Sang pemenang bersorak, lalu gegas meraih tangan kananku dan menciumnya takzim sambil berucap ”Assalamu’alaikum bu”. Usai, dan diikuti lainnya. Barisan penyambutan yang sering membuatku terharu dan syukur berada disini.

Upacara penyambutan kecil, ini merupakan rutinitas. Tetapi kalau bulan Ramadhan, mereka bisa tiap hari melakukannya. Kalau hari-hari biasa, aku hanya menemuinya pada hari Senin. Kalau hari lain, aku datang sampai sekolah semua murid-muridku pasti sedang mengikuti senam pagi. Sedangkan Senin tidak senam karena persiapan untuk upacara.

Mungkin bagi orang lain ini adalah biasa, tapi bagiku ini luar biasa. Bukan semata-mata karena penghormatan dan penghargaan akan posisi guru. Tidak sesederhana itu, bagiku lebih dari semua itu. Ada ketulusan yang dialirkan dari “sambutan kecil” itu, ada doa keselamatan bagiku “asssalamu’alaikum” dari murid-muridku, ada energi baru bagiku untuk berusaha sebaik mungkin mendidik mereka, menularkan ilmu bagi generasi masa depan negeri ini, ada getaran kasih sayang yang mempertebal atmosfer hubungan kedekatan antara kami. Antara sang guru dan murid. Antara orang tua dan anak. Yach anak, mereka semua adalah anak-anakku. Orang tua mereka telah mengamanahkan mereka padaku, memberikan kepercayaan penuh akan sebagian perjalanan hidup mereka, yang akan dibawa hingga mereka dewasa kepadaku.

Walau secara fakta, aku sendiri belum berkeluarga apalagi mempunyai anak sendiri. Akan tetapi, Rosulullah pernah menyampaikan bahwa yang disebut orang tua kita ada 3, yaitu: ibu dan ayah kita, ibu dan ayah suami/isteri kita, dan guru-guru kita.

Ehm, Waalaikumsalam murid-muridku. . . . doakan aku atas keselamatan. Agar bisa mendidikmu secara benar, membekalimu dengan ilmu yang bermanfaat. Hingga kelak di kampung akhirat. Amin

2 komentar:

  1. mbak, kok buat blog lagi? eman2 yang di multiply. kok nggak dipake?

    BalasHapus
  2. antum bakat jadi penulis,
    ehm..lebih tepatnya penulis novel.
    gimana klo nyambi nulis aja.
    jadi nanti double, yuli seorang guru SD dan penulis he he..

    BalasHapus