Pages

Senin, 17 Oktober 2011

Episode "Shock Terapi", Karena HP Error Conection

Mulai ada tanda-tanda kekhawatiran saat bangun subuh, ternyata SMS saya kepada suami yang sejak isya' hari sebelumnya belum ada report terkirim. Tapi saya masih bisa tenang, sangat tenang. Ah mungkin belum ada signal. Karena saya paham banget, rumah kontrakan kami di Bandung yang baru 4 bulan ditempati, entah kenapa kalau masuk rumah signal HP jadi minim banget, bahkan blank. Kalau telepon supaya tidak putus-putus harus naik ke loteng, tempat jemuran. Yup, mungkin agak siangan dikit akan terkirim.


Namun, prediksi saya salah besar. Usai upacara bendera hari Senin, sekitar jam 8, kembali saya cek HP . . . Wah belum terkirim juga. Wushhh . . . derajat kekhawatiran saya jadi bertambah, tak signifikan namun mampu membuat degup dada saya lebih cepat ritmenya. Coba miscall saja . . . nomor suami yang bertengger paling atas di phonebook HP saya langsung terpencet . . . dan ohhhh . . . ternyata tulalit.
Hati saya jadi tidak tenang, acara ngajar tetap berjalan dan diterima dengan baik oleh murid-murid saya. Tapi mungkin murid-murid saya juga bingung, karena bu gurunya berulang kali ngecek HP, dan nyoba telp ndak bisa-bisa hehehe. Kenapa yaaa??? masak 18 jam ndak ada signal sama sekali, atau jangan-jangan HP saya yang error... atau jangan-jangan suami kenapa-napa di kontrakan kan sendirian di rumah . . . waduh mulailah pikiran-pikiran buruk menghantui, cepat-cepat saya istighfar . . . berusaha keras, keras sekali mengubur suudzon-suudzon yang berseliweran dengan prasangka-prasangka terbaik.


Ketika jam agak longgar, saya berusaha miscall nomor HP suami dengan nomor telepon kantor, hasilnya tetap tulalit. Pinjam HP teman, tetap saja tulalit. Jadi berkesimpulan, wah ini pasti nomornya error. Walau berkesimpulan begitu, namun gemuruh di hati saya tetap menderu-deru bak angin topan. tapi, bagaimana kalau kenapa-napa. Tetap saja saya bingung, mencoba nyari nomor rekan sekantornya suami, ternyata tidak ada sama sekali. Sebenarnya dulu saya pernah menyimpan nomornya Riris, salah satu rekan suami yang satu divisi, dan juga saya kenal. Cuma karena beberapa waktu lalu HP saya masuk "rumah sakit" jadi beberapa data dan nomor HP ikut hilang. Wah, gimana yaa cara mengetahui keadaan suami. Saya terus berpikir. Ehm . . . biasa kalau jam kerja begini suami online di YM, tanpa pikir panjang saat jam mengajar sedang kosong (setelah jam 11 siang) saya sign in . . . o o o, ternyata dia sedang offline. Sebelumnya, saya bikin status di twitter dengan mencolek account suami, biasanya dia selalu online twitternya. Tapiiii . . . sekian lama, dari menit-menit ke menit, jam ke jam kok ndak ada respon yaaa . . .


Kekhawatiran saya semakin menjadi-jadi, bibit-bibit dzon-dzon yang tadinya sudah berhasil saya kendalikan, dalam waktu sekejap kembali memenuhi prasangka saya. Kenapa yaa suami saya, kalau sakit bagaimana yaa? jangan-jangan ini . . . jangan-jangan itu. Masya Allah, hati saya sangat tidak tenang. Saat gemuruh hati menjadi-jadi, dalam perjalanan pulang ke rumah saya terus istighfar, dalam gemuruh rasa saya berdoa, ber alfatihah berulang dan berulang, dalam berkecamuknya prasangka, saya berdialog dengan-Nya. Ya . . . menitipkan suami saya pada-Nya, memohonkan perlindungan kepada Allah yang Maha Segalanya.


Sampai rumah, kembali saya buka laptop. Mudah-mudah, suami sudah online . . . kan habis makan siang. Tapi tetap tak ada dia disana. Saya sign in ke FB, barangkali ada beberapa teman kantornya suami yang jadi friends di FB yang online, sehingga saya bisa bertanya. Masya Allah, tumben banget sih gak ada sama sekali. AllahuAkbar, kekhawatiran saya semakin menjadi. Satu, dua bulir air mata mulai jatuh membelah pipi saya. Lalu saya shalat dhuhur, refleksi untuk membuat hati lebih tenang. Dan sekali lagi berdoa dan berdoa. Usai shalat, sekitar jam 13.45 ada SMS masuk ke HP saya. Nomor yang tak di kenal. saya berdebar,
"Assalamu'alaikum. Dek, afwan HPnya mas sedang error. Sepertinya sejak semalam, tapi mas baru tahu siang ini ternyata HPnya mas saja yang error connection. Ini mas sedang ada training di PAU ITB -Fifin-".

Lemas lah saya, kini air mata saya benar-benar tumpah. Bukan, bukan karena sedih atau kenapa. Namum karena lega yang luaaaaaarrrrrrrrrr biasa. Saya bersyukur, bersyukur sekali . . . memang tak kenapa napa orang yang saya cintai ini. Dan saya jadi tahu sebab, asal muasal kekhawatiran yang menyiksa ini . . . Nomor HP yang error, tak bisa dihubungi oleh siapa saja, dan suami sedang ada tugas training di luar kantor, pantas saja tak online...kan sedang belajar. Tanpa menunggu lama prangsangka-prasangka dikepala berterbangan entah kemana^^ . . .


Begitulah, sepenggal kisah "shock terapi" bagi jantung, jiwa, hati, cinta, kesabaran, untuk saya dalam menjali hubungan "spesial" dengan belahan jiwa. Selain itu saya juga mengambil hikmah, Karena kondisi saya dan suami yang masih long distance, untuk selalu menyimpan nomor HP orang-orang terdekat dengan suami, agar kalau ada apa-apa saya tak bingung mau menghubungi siapa. Setelah kejadian itu, malamnya . . . setelah puas saya "ngomel" lewat chat (kan HP masih error) -ngomelnya, karena pelampiasan dari berton-ton kekhawatiran yang menghimpit dada, bukti cinta^^, dan supaya ndak terulang lagi- Suami memberi saya beberapa nomor orang yang dekat dengannya, satu dua nomor rekan kerja, nomor teman kantor yang juga tetangga, nomor kantor, ada juga nomor bosnya . . . hehehe.


Demikianlah, episode-episode seperti ini, sebenarnya semakin memotivasi kami, saya dan suami. Untuk giat berusaha mewujudkan "mimpi-mimpi" kami. Bismillah . . .



5 komentar:

  1. wew.... jadi menyesal kenapa saya tidak memberi tahu pagi harinya. padahal udah niat beli nomor baru.

    trus ditambah lagi skenario membuat saya tidak berada di kantor untuk urusan training di ITB, menjadikan praktis tidak connect internet.

    Namun kita harus menyadari ini semua skenario Allah yang akan memunculkan hikmah. hikmah yang akan menjadikan pondasi keluarga kita semakin kokoh. biidznillah...

    #membaca tulisan ini jadi haru yang mentrigger cinta.. , yah... cinta ini tulus ... seperti cinta suci zahrana... (halah padahal belum beli bukunya ^_^ )

    BalasHapus
  2. bener banget mbaak..harus menyimpan nomor2 penting,..

    ibu sy dari sewaktu sy masih kuliah udah ngambil sendiri nmr2 yang ingin beliau simpan dari hp sy, tanpa sy yang ngasih, sekarang jg gt...kekhawatiran seorang ibu..

    tahun lalu, ibu nelfon teh fay, karena seharian hp sy gak aktif..

    yang waktu kejadian ini mas fifin memang nanya ke sy, nmr M3 sy bermasalah gak, sy bilang sih enggak..dan si bos model ini berpositif thinking klo mungkin HPnya yang layak diganti..hehee

    BalasHapus
  3. @ Mas Fifin: Amin ya Rabb


    @ Ririsnovie: hehehe iya . . . sungguh pengalaman yang membuat saya belajar. Dan lebih "prepare" tentang no. HP.


    btw, positif thinking yang aneh :) ttg ganti HP . . . masih nunggu ACC dari saya..^^

    BalasHapus
  4. yuliiiiiiiii, fifiiiiiiiiiin,,

    kalian ini,,

    bikin deg2an jugaaaa, hehe


    tapi nek masalah yuli mewek'an, aku udah tau dari dulu. hehe.
    #baca sambil bayangin ekspresi yuli. :P

    BalasHapus
  5. @nimassunyoto

    eh ada bu dosen . . . wah bu dosen ini buka rahasia, urusan saya cengeng . . . . . sssssttttt . . . itu rahasia....hehehe.
    Ndak usah dibayangin ekspresinya, tetep manis . . . ;)

    Begitulah, kejadian ini membulatkan tekad kami untuk merealisasikan dan melakukan percepatan untuk mewujudkan mimpi . . . mohon doanya.

    BalasHapus