Pages

Rabu, 04 Mei 2011

Andaikan Tahu Kedatangannya . . . .

Usai maghrib, saya melihat Handpone yang saya charge. Belum penuh, tapi akhirnya saya memutuskan untuk mengaktifkan. Kalau-kalau ada SMS penting masuk. Benar saja, begitu ON, alert tanda SMS berbunyi. Dari Bu Sih, salah satu rekan di kantor, singkat saja SMSnya. “Mbak, bapaknya Bu Sum meninggal”. Innalillahi . . . saya terkejut mendengarnya, bapak Bu Sum memang sudah sepuh, usianya sekitar 81 tahun. Tinggal di Kabupaten Jember, sekitar 10 jam dari Magetan.


Saya ikut berduka, terlebih membayangkan betapa berat apa yang dirasakan teman sekantor saya itu. Bapaknya meninggal selasa sore, sementara selasa dini hari menjelang subuh Bu Sum baru saja sampai di Magetan. Setelah semalaman menempuh perjalanan panjang dari Jember. Beliau berangkat ke Jember Minggu pagi, menunjukkan bakti pada orang tuanya, dengan membawa sejumlah uang untuk pengobatan bapaknya, ijin tidak ngantor Senin. Setelah kondisi bapaknya lebih “aman” dan karena tanggung jawab pekerjaan hari Senin malam kembali ke Magetan. Seminggu sebelumnya, Bu Sum juga kesana. Dengan tergesa setelah adiknya menelepon kalau bapaknya masuk rumah sakit. Selasa pagi, saya bersama beberapa teman mendengarkan ceritanya tentang kondisi sang bapak tercinta.


Ah andaikan Bu Sum tahu, kalau bapaknya akan meninggal Selasa pagi . . . pasti dia tak akan tergesa balik ke Magetan. Justru akan berada di dekatnya, merawatnya sepenuh hati, tiada lepas untuk perpisahan abadi . . . itulah kematian. Lelah tubuh terguncang 10 jam dalam bus, belum jua reda. Hilang dan menguap, karena akan kembali mengukur jalan yang sama. Saya jadi teringat kejadian Desember lalu, saat nenek saya tercinta juga dipanggil-Nya. Pukul 07.00 pagi saat saya mau berangkat kerja, nenek saya yang baru pulang opname di rumah sakit disuapi oleh sepupu saya di kamar. Tampak baik-baik saja. Sempat saya mengelap bibirnya dengan tisyu. Namun 15 menit setelah saya tiba di kantor, bapak menelepon kalau nenek telah tiada. Sempat ada sesal, kenapa saya tergesa berangkat. Sempat ada sesal, karena saya tak menunggui beliau dalam perpisahan abadi itu. Syukurlah ada sepupu saya dan suaminya yang dokter paham dengan kondisinya yang mulai memburuk, sehingga dengan utuh mereka sempurna menuntun nenek saya menghadapi waktu akhirnya. Yah, Itulah kematian. Siapa yang bisa memprediksikan kedatangannya . . . .

Semoga kematian akan menjadi pelajaran yang berharga bagi kita dalam menjalani hidup ini. Pesan Rosulullah SAW “Cukuplah mati itu akan menjadi pelajaran bagimu”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar