Pages

Kamis, 02 April 2009

Amanah Bekerja




“Sesungguhnya Allah mencintai seorang di antara kamu yang ketika bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya”

(HR. Thabrani)

Dalam waktu yang hampir bersamaan di tahun ini, ada dua orang di SD tempat saya mengajar purna tugas atau pensiun. Per 1 Januari tahun ini, yang pensiun adalah pesuruh dan penjaga sekolah. Sosok itu . . . saya dan teman-teman sering memanggilnya Mbah Wadji. Sosok lelaki baya yang humoris, begitu sering saya tersenyum sampai terpingkal-pingkal demi mendengar leluconnya. Kemudian per 1 April 2009, Bu Pan (begitu kami menyebutnya) guru kelas 3 yang sangat tegas juga telah menerima SK Pensiun. Mereka berdua, Mbah Wadji dan Bu Pan adalah dua orang yang telah lulus dalam melaksanakan amanah kerjanya . . . begitu kata rekan kerja saya lainnya. Lulus karena telah lebih dari 30 tahun berjibaku menunaikan tugas-tugas dan rutinitas.


Melihat sosok-sosok beliau, bagi saya pribadi dapat dijadikan sebagai contoh. Semangat kerja dan semangat pengabdiannya yang cukup kental. Bagi beliau-beliau, mungkin pekerjaan bukan semata-mata kesibukan, pekerjaan rutin, lalu mendapatkan sekian rupiah gaji. Lebih dari itu, ada makna dan bobot sendiri ketika bergerak. Mbah Wadji yang baya itu, habis subuh sudah bergelut dengan sapu-sapunya (ketika belum pensiun, red) dimana ketika saya nyampe sekolah jam setengah enam pagi untuk ngeles kelas enam . . . beliau telah menyelesaikan lebih dari separuh membersihkan halaman sekolah yang tidak bisa dibilang sempit. Belum lagi gak tahu mengapa pohon-pohon mangga itu hobby banget menggugurkan daunnya. Lalu ketika saya menyapanya, beliau membalasnya dengan senyum dan takzim pula. Bu Pan juga demikian di usianya yang 60 tahun, tetap saja begitu energik. Sekitar 3 tahun bekerja bersama beliau, tak pernah sekalipun saya mendapatinya sakit yang mengkhawatirkan. Mungkin sekedar flu karena perubahan cuaca. Beliau termasuk orang yang keras, begitu teguh. Juga suaranya cukup lantang. Pernah beberapa kali saya terlonjak kaget karena Bu Pan berteriak membentak muridnya (maklum guru kuno yang klasik, jadi acara bentakan masih trend), sementara saat itu saya sedang mengajar di kelas 4 yang memang letak kelasnya berdekatan. Satu lagi, beliau sosok yang ikhlas..


Mereka memuliakan pekerjaannya, memegang amanah dengan sebaik-baiknya. Hendaknya masing-masing dari kita juga begitu adanya, pekerjaan yang telah kita dapatkan adalah sebentuk riski dan amanah pula. Dengan menyakini bahwa setiap pekerjaan akan dibalas oleh Allah di Akhirat kelak, maka kita didorong untuk bisa menjalankan amanah ini denga tanggung jawab. Pun Allah telah berjanji . . .

”Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan . . .” (QS. Ali Imran: 195).


Pernah saya membaca sebuah artikel di majalah Tarbawi, tentang memaknai pekerjaan.

Pemaknaan pertama, bekerja itu adalah amanah dan tanggung jawab.

Yah . . . saya rasa begitu, kita tidak boleh asal-asalan dalam bekerja. Sudah banyak sekali contoh musibah yang terjadi karena kelalaian dalam bekerja. Kemudian bagi kita yang muslim, Islam telah mengabarkan kepada kita bahwa setiap sesuatu yang kita lakukan ada catatannya dan ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah.

”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8)


Pemaknaan kedua, bekerja sebagai penyempurna ibadah kepada Allah.

Hendaknya perilaku ikhlas tidak akan pernah lekang menyertai kita dalam bekerja. Karena bekerja merupakan bagian dari ibadah. Dan sempurnanya ibadah yang kita lakukan jika disertai sikap ikhlas.


Berikutnya, bekerja sebagai ungkapan rasa syukur. Karena bekerja merupakan implementasi rasa syukur terhadap karunia Allah yang tak terhitung. Karena salah satu konteks syukur yang sungguh-sungguh adalah dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan, tidak sekedar di hati dan lisan saja. Allah berfirman dalam QS. Saba’: 13

Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur”


Makna keempat, bekerja sebagai bentuk cinta dan kasih sayang. Satu contoh keteguhan seorang suami yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena didasari rasa kasih dan sayang mendalam terhadap isteri dan anaknya. Begitu pula sebaliknya, seoarang istri yang rela berdiam diri di rumah untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang berjibun adalah karena nilai kasih sayang.


Demikianlah, pun pekerjaan yang kita dapatkan adalah sebentuk kasih sayang dan rahmat dari Allah Swt. Telah sangat banyak kita mendapatkan kemudahan-kenudahan dari Allah, mendapatkan pekerjaan yang menyenangkan bagi kita, yang nyaman dan sesuai dengan idealisme kita. Jadi sudah seharusnya kita berusaha sebaik mungkin untuk memuliakannya, sebagai wujud tanggung jawab atas amanah, sarana penyempurnaan ibadah, ungkapan rasa syukur, dan sebentuk cinta serta kasih sayang. Mengairi kembali ladang-ladang semangat kita dalam bekerja.

2 komentar:

  1. iya betul dek ^_^,
    yang penting itu niatkan bekerja untuk ibadah, insyaAllah barokah.
    mas.. akan selalu support..

    BalasHapus
  2. @ Mas Fifin
    Yup!!! Semangat . . .
    untuk semua yang lebih baek :)

    aku juga akan menjadi "the best supporter" untuk mas . . .
    coz I Love u mas . . . ^_^

    BalasHapus