#Selasa, 18 September 2012 di ruang operasi, mendengar tangisan Hanan
Dingin, itulah kesan saya
begitu memasuki ruang operasi. Saya masih sempat melihat ke sekeliling ruangan.
Cukup luas, berbagai peralatan yang hanya pernah saya lihat di TV kini berada
di dekat saya. Ada lampu besar diatas, di dekat saya. Saya melihat ada 4
perawat laki-laki dan 2 perawat/bidan perempuan sedang mempersiapkan peralatan,
sibuk dan cekatan. Ahh . . . saya tak ingin melihatnya, sementara kontraksi
yang saya rasakan semakin nyeri. Saya ingin segera dibius. Ingin semua cepat
selesai. Tubuh saya dipindah ke meja operasi, saya belum melihat ada dokter
yang datang, oh ada 1, sepertinya dokter anestesi. Seorang perawat memasang
topi operasi di kepala saya dan tensimeter otomatis di lengan tangan kanan,
tangan kiri saya sudah terpasang infuse. Perawat memasang selang oksigen di
hidung saya. Saya dimiringkan ke kiri. Saya mendengar suara, dibuat tidur yaa bu . . . silahkan berdoa. Yah
inilah saatnya. Saya masih melihat seorang perawat memasukkan suntikan lewat
selang infuse. Bismillah . . . saya berdoa dan terus berdoa, detik-detik
kemudian saya merasa ngantuk berat, berat sekali. Seterusnya saya seperti
diputar-putar di tempat penuh cahaya, saat itu saya merasa mulut saya masih
berdzikir…entah tak yakin dengan apa yang saya katakan.
Perlahan kesadaran saya
kembali, saya bisa melihat lagi. Kini tepat di depan saya, di atas dada ada
penutup kain berwarna hijau tua. Sehingga tak bisa melihat tindakan operasi.
Mendengar perintah dari dokter “Kakinya
diangkat bu . . .” ah bagaimana bisa mengangkatnya, rasanya separuh badan
saya ke bawah begitu kebas . . . seperti hilang. Fase berikutnya, saya yakin
operasi sudah dimulai, seperti mimpi . . . begitu cepat. Saya tak tersadar sepenuhnya,
namun masih bisa mendengarkan suara. Saya juga terus berdzikir, menggerakkan
bibir dengan kalimat-kalimat memujiNya, dengan ayat-ayat yang saya ingat untuk
memohon kemudahan dan perlindunganNya. Saya juga masih bisa menggerakkan jemari
tangan kanan, mengikuti irama kalimat tasbih bibir saya. Sesekali saya merasa
mual, sehingga saya berkata pada perawat “saya
mual mbak . . . saya mual mbak” saat perawat memiringkan kepala saya ke
kiri, saya merasa muntah di tempat yang disediakan.
Sampai akhirnya sayup saya
mendengar suara tangisan bayi yang cukup keras. Saya tersadar, itu tangisan
bayi saya. Saya langsung memanggilnya . . . Hanan
. . .Hanan . . . Hanan. Alhamdulillah, saya bersyukur-bersyukur sekali. Allah Yaa Rabbul Izzati . . . Allah Yaa
Rabbul Izzati. Sebentar kemudian seorang perawat mendekat ke dekat kepala
saya sebelah kiri, “Ini bayinya bu” Saya
terkejut, perawat tersebut menciumkan bibir saya ke pipi Hanan, sekali, dua
kali, lalu mendekatkan mulut mungil hanan ke dada saya. Walau terasa sekilas,
namun saya bisa melihat kulitnya putih pucat, sangat pucat. Barangkali karena
ruang operasi yang sangat dingin. Yaa
dia Hanan, putri saya. Lalu perawat membawa bayi saya pergi, keluar ruang
operasi.
Tahap berikutnya terasa begitu
cepat. Tiba-tiba saya sudah didorong pakai dark
bar dibawa ke ruang ICU. Operasi telah selesai, Alhamdulillah. Begitu
memasuki ruang ICU, dari pembatas kaca saya melihat suami berdiri di luar, saya
melambaikan tangan. Sebentar kemudian dia masuk ke bilik ruang ICU saya. Begitu
melihatnya, saya menangis lagi. Ingin sekali memeluknya, menumpahkan semua rasa
di hati saya. Dia mendekat, mencium kening saya. Lalu menunjukkan foto Hanan di
HPnya. Subhanallah, Hanan lucu sekali. Alhamdulillah, terima kasih Yaa Allah.
Begitu besar Karunia yang telah Engkau berikan. Saya melihat jam di HP saya
yang dibawakan suami, pukul 13.30.
Selama di ICU saya tak bisa
tidur, infuse dan oksigen masih terpasang. Indikasi saya boleh dibawa ke ruang
perawatan adalah kalau kedua kaki saya bisa digerakkan. Saya berusaha keras
untuk menggerakkan, namun pengaruh anestesi membuat saya harus bersabar
menunggunya perlahan hilang. Pukul 19.30, saya merasa lebih segar setelah
perawat mengelap tubuh saya dengan waslap basah dan mengganti kain, baju, dan
jilbab saya. 15 menit kemudian saya dipindahkan ke ruang perawatan (ditahap ini saya juga merasakan kemudahan
dari Allah, saya dan suami mendapatkan kamar perawatan yang kami pesan. Padahal
saat masuk registrasi pagi tadi, kami masuk waiting list ke 5 untuk
menempatinya. Alhamdulillah). Di ruang perawatan saya lebih tenang, ada
suami juga ada mertua saya. Namun semalaman hampir saya tak tidur, menahan rasa
sebah diperut, menahan haus dan lapar yang sangat. Saya boleh makan baru esok
pagi. Dan yang jelas saya teringat terus sama Hanan yang ditempatkan di kamar
bayi. Takut kalau dia rewel, menangis, dan kedinginan. Malam ini memang lain,
malam sebelum-sebelumnya saya merasakan tendangan. Ahhh . . . tak terasa 40
minggu dia menempati rahim saya, kini dia sudah menjadi individu yang terlepas
dari tubuh saya. Maha Suci Allah . . .
#Rabu, 19 September 2012
Hari ini saya lebih semangat,
pengaruh anestesi sudah sepenuhnya hilang. Pagi hari saya sudah segar, walaupun
saya belum mampu duduk apalagi berdiri sendiri. Saya makan bubur disuapi suami
dan minum teh hangat. Kadang saya merasakan kontraksi yang begitu mulas dan
nyeri, obat yang diberikan perawat tadi memang untuk membuat rahim kontraksi.
Ditambah jahitan operasi yang sakit jika saya bergerak. Barangkali ini nih tidak enaknya operasi Caesar. Kalau melahirkan
normal, hari ini melahirkan hari itu sudah bisa berjalan meskipun pelan,
besoknya sudah lancar^^.
Siang harinya, setelah
dr.Ardian visit saya lebih semangat. Karena beliau mengatakan boleh melihat
bayi saya di ruang bayi. Tentunya dengan syarat bisa berdiri dan berjalan. Tak
sabar saya menunggu sore. Infus dan kateter sudah di lepas, itu artinya mudah
bagi saya untuk mencoba duduk, berdiri, ataupun berjalan. Pada awalnya, suami
khawatir saya tak mampu berdiri, padahal saya sudah nangis-nangis ingin melihat
Hanan. Suami membawakan saya kursi roda. Karena sangat semangat dan keyakinan
saya, begitu suami mengulurkan tangan, perlahan saya berdiri. Dengan sedikit
menahan nyeri luka jahitan. Setapak demi setapak melangkah dipegangi suami,
menuju ke kursi roda.
Sampai di ruang bayi, saya
harus bisa jalan sendiri. Karena suami tak boleh masuk ke ruang bayi, beliau
hanya boleh melihat dari luar, jendela kaca. Memasuki ruang bayi melangkah
kecil-kecil, pelan sekali, sambil menahan nyeri luka jahitan. Di ruang itu
hanya ada 1 box yang berisi bayi. Tertulis di situ “Bayi Ny.Dwi Yulianti, 18
September 2012, pukul 12.55, BB 2700gram, TB 49cm, lingkar kepala 33 cm”. Ahh .
. . dia Hanan, tidur begitu pulasnya. Saya semakin mendekat. Menyentuh pipinya,
lekat memandang wajahnya. Ini bunda dek, air mata saya tak terbendung lagi.
Saya jatuh cinta padanya. Ingin sekali menggendongnya, namun saya belum mampu. Akhirnya
saya hanya duduk di kursi di sebelah boxnya, mengajaknya bicara. Suami saya
yang melihat di kaca dari luar, tersenyum melihat kami.
Terima kasih yaa Rabb,
alhamdulillahirobbil’alamin. Maka Nikmat
Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
pertemuan dengan Hanan di ruang bayi |
Masya Allah..terharu mbaak..mata saya sudah basa ini..perjuangan yang luar biasa, jadi kangen ibuku..
BalasHapusSemoga dek hanan jadi anak yang sholehah, berbakti pada orang tua dan agamanya :)
Amin.
HapusMemang benar dek, setelah hamil dan melahirkan, ada Hanan, saya jadi sangat paham betapa luar biasanya perjuangan ibu kita.
congrats yaaa...:)
BalasHapusalhamdulillah lahir dengan selamat. Pastinya banyak membaca mengenai tips menjelang persalinan ya mbak?
BalasHapusAssalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapusCerita yang sangat detail, membuat saya terhanyut, dan meneteskan air mata.. Saya sangat menghayati cerita bunda, karena saya juga sedang menanti persalinan.. Hpl besok pagi tapi belum kunjung merasakan tanda-tanda akan melahirkan.. Terima kasih untuk ceritanya bunda Dwi Yulantii..
BalasHapus