Abbas As Sisiy, menceritakan kisah berikut dalam bukunya ”Ikwanul Muslimin dalam Kenangan”
Seperti biasanya sekelompok pemuda yang taat menjalankan agama pergi ke masjid Abu Bakar ash Sidiq di kota Idku untuk mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah. Salah satu diantara mereka bertindak sebagai pembicara sesuai dengan kadar keilmuannya.
Tatkala imam masjid datang, para pemuda itu memmpersilahkannya untuk jadi pembicara. Analoginya, apabila terdapat air, maka batallah tayamum. Ketika imam mulai pembicaraan di hadapan mereka, ia mulai dengan menasehati para pemuda tadi agar orang yang dijadikan pembicara di tempat seperti ini haruslah seorang yang menguasai Al Quran, baik hafalan, bacaan, keilmuan, maupun pemahaman. Selain itu, juga harus banyak menghafal hadist-hadist nabi, sehingga ia pantas untuk duduk di tempat agung ini.
Para pemuda tadi merasa dalam kesulitan di hadapan para hadirin yang sudah akrab dengan mereka, karena imam masjid menganggap mereka seperti orang-orng bodoh yang berbicara tidak dengan ilmunya.
Kemudian seorang pemuda tidak dapat menahan rasa jengkelnya kemudian berkata, ”Hai Syekh, kami tidak menganggap diri kami ulama, tidak pula fuqaha. Kami hanyalah mengerjakan setiap apa yang kami pelajari, karena dalam hadist Rasul disebutkan ”Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”. Jadi, kami hanyalah pengikut, dan kami tidak berbicara kecuali kami ketahui.”
Disinilah salah seorang yang hadir di masjid tersebut ikut angkat bicara, usianya lebih dari 70 tahun, menyatakan pendapatnya tentang masalah tersebut kepada imam masjid.
”Syekh yang mulia, jika pendapat Anda betul, maka sesungguhnya pendapat itu tertuju kepada Rosulullah, yaitu keharusan Rosulullah untuk memulai dakwahnya kepada seluruh manusia sampai Al Quran diturunkan semuanya, setelah itu barulah rasul menyampaikan kabar gembira dengan dakwah Islam. Tetapi yang kami dapati, Rasulullah memulai dakwahnya dari ayat pertana yang turun kepadanya hingga sempurnanya Islam. Kemudian Rasulullah wafat setelah turun ayat, ’Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Kuridhai Islam itu jadi agamamu.’” Syekh itu terdiam dan para pemuda kaget. Dan kelompok pengajian itu terus berlanjut atas lindungan Allah. Peristiwa itu tidak membuat hubungan para pemuda itu dengan imam masjid berkurang, begitu pula penghormatan mereka kepadanya serta mengambil faedah dari ilmunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar