Memiliki
rumah adalah impian setiap orang, mungkin lebih tepatnya sebuah keluarga.
Bahkan dalam Islam salah satu izzah seorang laki-laki/suami adalah memiliki
hunian yang nyaman dan luas. Pada awalnya memiliki rumah sendiri tidak menjadi
prioritas saya dan suami. Kami menyisihkan penghasilan berdua untuk membeli
kendaraan roda empat yang akan menunjang aktivitas keluarga. Namun pada
akhirnya mindsite itu berubah cepat karena satu alasan yang sangat kuat. Keputusan
untuk membeli rumah ini belum ditunjang kemampuan keuangan (tabungan) kami yang
masih sangat jauh dari cukup. Tapi kami harus bergerak, saya sebagai istri yang
saat itu sedang hamil anak kedua dengan usia kandungan 3 bulan, malah yang
menguatkan suami, pasti bisa.
Cari Lokasi dan Survey Harga di Desember
2014
Langkah
awal adalah harus memastikan tempat dimana rumah itu akan dibangun. Sebelumnya
saya dan suami tinggal di rumah bapak saya. Yang lokasi hanya 10 menit dari
tempat saya bekerja. Sementara kantor suami di kota Madiun, sekitar 35 menit
dari rumah orang tua. Dengan pertimbangan kemudahan akses,
kemungkinan-kemungkinan masa mendatang, rencana dimana nantinya anak-anak akan
sekolah, akhirnya kami memutuskan akan membeli atau membangun rumah di kota
Madiun. Sekarang Madiun sebelah mana? Hanya satu yang saya pikirkan saat itu,
Madiun yang dekat perbatasan.
Berbekal
info dari beberapa teman, saya dan suami mulai mensurvey 3 lokasi. 2 lokasi
pertama sebenarnya paling dekat, namun ada beberapa alasan yang membuat kami
tidak sreg. Posisinya yang terlalu nyempil, perumahan kurang berkembang, luas
tanah dan tipenya, denah yang ditawarkan. Di lokasi ketiga, entahlah kami kok
sudah mulai nyaman ketika mulai lihat-lihat lokasinya. Ketika masuk ke lokasi
sudah ada beberapa rumah yang berdiri walau masih proses 0 – 70 %, banyak
pekerja tentunya. Saat itu kami berhenti di rumah yang sudah hampir jadi, rumah
yang sekarang tepat disebelah rumah kami. Kami masuk lihat-lihat, tak selang
berapa lama ada mas-mas yang usianya sebaya dengan kami. Ternyata mas tersebut
adalah salah satu marketing PT. Suna, developer perumahan ini. Kami berkenalan,
dan beberapa info akurat kami dapatkan. Setelah saling menyimpan no. telp
masing-masing, kami pulang.
Tentukan Tipenya.
Selang
beberapa hari, mantap sudah untuk memiliki 1 unit di perumahan itu. Dari brosur
yang kami dapat ada 4 tipe rumah yang ditawarkan yaitu Tipe B/56, Tipe A/65,
Tipe X, Tipe EX, dua tipe terakhir sudah tak masuk hitungan kami. Rumah 2
lantai yang tentu saja harganya jauh dari jangkauan. Setelah diskusi berdua,
menimbang ini dan itu, tipe B/56 menjadi pilihan kami. Kesepakatanpun diambil.
Membuat janji dengan mas marketing yang Alhamdulillah begitu sabar dan baik hati. Ada
info dan diskusi yang menjadi kesepakatan, antara lain:
- Rumah
dengan luas bangunan asli sesuai denah 56 m², luas tanah 105 m²
- Denah
dalam rumah bisa dirubah, dengan penyesuaian harga.
- Tembok
batas belakang bisa ditinggikan demi keamanan dengan penyesuaian harga
- Kusen
dan pintu bisa bawa sendiri, misalnya mau cari kayu jati, dengan
penyesuaian harga.
- Bagian
depan rumah harus sesuai desain developer, tidak bisa dimajukan dengan
alasan kesamaan dengan bangunan lain.
- DP
adalah 1/3 dari harga. Dan rumah akan dibangun jika 50% DP sudah
dibayarkan.
Alhamdulillah
1 tahap rampung lagi. Bismillahirrahmanirrahim,
lanjut ke selanjutnya.
Membangun Rumah di Maret 2015
Membayarkan
uang 50% DP agar rumah bisa segera dibangun bukan perkara yang sangat gampang
bagi kami berdua. Apalagi kami juga tidak ingin merepotkan orang tua. Saya
sebagai seorang perempuan tetap menghitung-hitung kemampuan keuangan. Apalagi
saya sedang hamil, pastinya akan banyak persiapan yang dibutuhkan dan saya
sudah di vonis dokter untuk SC lagi. Wow banget. Mengecek tabungan kami,
mengecek penghasilan kami berdua, menghitung pengeluaran wajib setiap bulan,
memprediksi, dan memperkirakan. Bismillahirrahmanirrahim insya Allah bisa segera dibayarkan, sebagian
disisakan, sebagian di simpan sedikit saja untuk kondisi tak terduga. Dengan
terus memohon petunjuk dan kemudahan dari Allah SWT. Jujur saja saya sempat
galau saat itu. Tapi saya harus yakin bahwa matematika Allah itu luar biasa.
Yang penting sebagai hamba adalah terus berusaha, dan tawakal padanya.
Alhamdulillah
kami punya bisnis sampingan jualan buku online, usaha dan doa harus kuat.
Harus. Bekerjalah maka keajaiban. Quote ajaib dari Salim A. Fillah di bukunya Dalam Dekapan Ukhuwah itu sangat mempengaruhi saya saai itu. Saya ingat sekali saat itu ditengah kesibukan, masa berat kehamilan yang
mulai menua. Saya masih rajin mengirim paket buku sekardus ke JNE untuk dikirim
ke banyak pembeli, dengan naik sepeda motor sepulang saya dari mengajar. Hampir
setiap hari senin-jumat. Sementara Hanan di rumah dengan yang momong. Sedangkan suami kerja di kantornya usai maghrib baru pulang. Biidznillah saya sehat-sehat saja, baik-baik saja. Lelah sih iya, tapi bahagia.
Tahap
demi tahap rumah mulai dibangun, dengan estimasi waktu pembangunan 8-10 bulan.
Dan di 8-10 bulan itu saya dan suami harus berusaha membayar sisa DP yang
menjadi kesepakatan. Dan jujur saja jumlah cicilan DP per bulan bukanlah jumlah
yang sedikit bagi kami. Saat itu jika gaji kami digabung, akan sisa beberapa
saja dari membayar cicilan DP untuk keperluan sehari-hari. Disisi lain, kami juga
harus menyisakan tabungan untuk proses kelahiran dan aqiqah anak lanang
insyaAllah. Wow banget rasanya, rasa percaya dan selalu positif thingking menjadi dua hal yang menjadi pegangan.
Insya Allah bersambung ke RUMAH II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar