Pages

Kamis, 25 Oktober 2012

Pengalaman Saya Terkait ASI

Salah satu kekhawatiran saya saat divonis Caesar adalah keterlambatan ASI untuk keluar. Padahal saat hamil saya sudah membayangkan, melahirkan normal lancar “Gentle Birth” kemudian dilanjutkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Membayangkan Hanan tengkurap di perut dan dada saya. Tapi sudahlah, tak apa tak terjadi. Karena Caesar saya tak mengalami proses menakjubkan IMD dengan Hanan. IMD yang dilakukan pasca Caesar sekedar procedural, hanya formalitas. Saat itu, begitu Hanan selesai dibersihkan seorang bidan menciumkan Hanan pada saya, dan menyentuhkan bibir mungil Hanan ke (maaf) puting saya sekilas saja. Padahal saat itu saya ingin sekali memeluknya. Tapi tentu saja kondisinya tak memungkinkan. 


Sehari setelah mengalami Caesar, saat dr. Ardian Suryo, Sp.OG visit, beliau bertanya apakah ASInya sudah keluar. Saya mulai merasa bimbang, saya jadi ingat kakak saya yang melahirkan normal, ASInya langsung keluar walau masih sangat sedikit. Jadi ingat beberapa pengalaman yang pernah saya baca dan dengar tentang ASI yang tak keluar. Saat itu saya meraba dada saya, belum terasa bengkak. Teringat saran dr.Ardian untuk makan yang banyak dan memberikan rangsangan pada puting payudara dengan memijat-mijatnya. 


Sore harinya saat bisa melihat Hanan, saya melihat Hanan diberi sufor oleh perawat. Saya hanya bisa berbisik pada Hanan maafkan bunda yaa dek, belum bisa memberikan ASI. Kembali ke kamar perawatan, di kursi roda yang didorong suami, saya menyampaikan kebimbangan saya tentang ASI. Dia mengatakan untuk bersabar dan coba searching di internet. Karena luka jahitan masih sangat sakit setelah itu tak banyak yang bisa saya lakukan, hanya baca-baca tips saja.


Hari ketiga di rumah sakit, pagi setelah mandi (walau mandinya hanya di lap basah), setelah sarapan. Saat tak ada orang lain selain suami, saya mulai mencoba tips yang saya baca malam sebelumnya. Saya mengelap payudara dan puting dengan handuk saputangan yang sebelumnya saya celupkan ke air hangat. Saya bersihkan puting, agar sel kulit matinya terkelupas. Kemudian saya pencet-pencet, saya cukup exited karena ada cairan bening keluar dari sana. Saya bersyukur dan member tahu suami. Suami menyarankan untuk memerahnya, agar bisa diberikan ke Hanan. Kebetulan hari sebelumnya kakak saya membawakan botol kaca penyimpan ASIP (ASI Perah). Saya coba memerah, tapi rasa sakit sekali dan tak bisa menetes ke botol karena masih sangat sedikit. Siangnya saya ke kamar bayi lagi, mencoba menyusui Hanan. Seorang perawat membantu saya, dengan susah payah saya dan perawat tersebut membangunkan Hanan dan merangsang mulut mungilnya agar terbuka. Sekian menit terus berusaha, akhirnya berhasil masuk ke mulutnya Hanan. Sekarang tinggal merangsangnya agar mau menghisap. Yup, Hanan mau juga menghisap beberapa kali, rasanya sakit. Tak lama akhirnya terhenti karena Hanannya tertidur lagi. Dan barangkali susah menghisapnya, yang keluar sedikit sekali. Beda dengan botol dot sufor, tak perlu usaha berat yang keluar banyak.


Sore harinya (hari ke 3 di RS), kami diijinkan pulang. Saat itu saya bertekad sampai rumah tak akan memberikan sufor lagi. Sesampainya di rumah, saya mencoba menyusui Hanan, kemampuan menghisapnya masih sangat lemah. ASI saya sudah keluar walau belum banyak. Hampir tengah malam Hanan menangis kencang sekali, dia tak mau menghisap ASI. Saya dan suami berusaha bersabar, menguatkan hati agar tak tergoda memberinya sufor. Tetapi tepat pukul 24.00 rasa sabar saya kalah oleh rasa kasihan. Akhirnya menyerah pada 60 ml sufor, yang dia minum di RS. Keesokan harinya saya terus berusaha memberikan Hanan ASI. Juga merangsang, memerah ASI agar keluarnya semakin banyak dan lancar. Sehingga mudah bagi Hanan menghisapnya.


Terkait pengalaman saya tersebut, bisa disimpulkan ada beberapa tips agar ASI segera lancar keluar:
  • Merawat putting dan payudara sejak hamil usia 37 minggu, dengan rajin membersihkan dengan air hangat.
  • Positif thinking sejak hamil bahasa kerennya hypnobreastfeeding. yaitu teknik relaksasi dengan cara memasukkan kalimat afirmasi positif ke dalam pikiran kita kalau kelak akan menyusui dengan sukses
  • Setelah melahirkan, tetap positif thinking. Makan yang banyak dan bergizi
  • Pencet, pijat payudara dan putting untuk merangsang.
  • Jika sudah keluar, coba langsung minumkan ke bayi.
  • Sabar dan bertekad bulat agar tak kalah dengan godaan sufor.
  • Minum pelancar asi jika perlu (ini urung saya lakukan, padahal sudah diberi resep oleh dr.Ardian)
Alhamdulillah, sekarang saya sudah bisa full ASI untuk Hanan. Tinggal mencari strategi agar ketika masa cuti saya habis saya tetap bisa memberinya ASI dan menjaga produksinya. Dengan afirmasi ini saya berusaha untuk bisa, “Menyusui itu menyenangkan”, “Aku pasti bisa menyusui bayiku”, “ASIku keluar dengan mudah dan lancar”, “ASIku pasti cukup untuk bayiku”. Bismillah.

Senin, 22 Oktober 2012

SK Kenaikan Pangkat dan Hanan


Ehm . . . melihat judul diatas sepertinya memang agak aneh. Apa hubungan SK Kenaikan Pangkat dan Hanan? Hanan putri pertama saya yang lahir sekitar 1 bulan yang lalu, 18 September 2012. Secara langsung tak ada korelasi antara keduanya. Namun saya ingin menghubung-hubungkan, yaa sebagai suatu tanda saja (orang Jawa menyebutnya tenger), karena waktu dan proses keduanya hampir bersamaan, jadi bisa dijadikan pengingat-ingat peristiwa yang akan menjadi bagian dari kenangan. Barangkali nanti bisa diceritakan pada Hanan ^^.


Hari ini, Senin 22 Oktober 2012 akhirnya Surat Keputusan (SK) Kenaikan Pangkat PNS saya terima. Setelah menunggu sekian bulan, diawali proses melengkapi persyaratan yang lumayan menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Di awal tahun lalu, Februari 2012. Di Februari juga saya sedang hamil muda, kalau tak salah usianya masih 10 minggu. Proses melengkapi persyaratan kenaikan pangkat sekitar Februari-Maret. 


Saat hamil muda, saya memang tak mengalami yang namanya morning sickness, Alhamdulillah tidak mual muntah ekstrim. Namun ada satu keluhan di trimester pertama yaitu telapak kaki saya gatal hingga melepuh kecil-kecil, berair rasanya sangat panas dan perih, lama-lama membentuk luka yang keluar nanahnya. Melepuhnya tak dibanyak tempat, namun berkesinambungan. 1, 2 muncul, saat hampir sembuh muncul lagi yang baru. Lumayan menyiksa, karena saya susah berdiri dan jalan bahkan shalat dengan posisi duduk. Kadang badan saya meriang, mungkin ada yang infeksi. Parahnya momentnya saya sedang hamil muda, yang harus ekstra hati-hati mengkonsumsi obat. Saat itu saya memutuskan tak akan minum obat apa-apa, bahkan memakai salep pun tidak. Yang saya lakukan hanya rajin membersihkan dengan revanol dan mengoleskan minyak habbatussauda (dalam habbatussauda terkandung antibiotik). 


Nah, saat mengalami “sakit kaki” di hamil muda itu saya deadline persyaratan naik tingkat. Jadi setiap malam, saat itu, sambil menahan perih saya membuat analisis nilai melengkapi persyaratan PAK (Pengajuan Angka Kredit). Bahkan ingat sekali, satu hari di hari minggu pagi, saat badan saya meriang menggigil, dengan langkah kaki agak terseok, dengan bismillah saya menghela sepeda motor saya ke rumah mantan Kepala Sekolah yang sudah pensiun 1 bulan yang lalu. Ke sana untuk minta tanda tangan beberapa dokumen yang ada saat beliau masih menjabat. Sepanjang perjalanan saya menahan ngilu kaki, suhu tubuh saya 38˚. Sembari terus berdoa semoga tidak apa-apa, baik saya ataupun kandungan saya (ehmm . . . saat itu kehamilan saya baru masuk 11 week, masih sangat rawan. Suami, kemana sih??? Di Bandung lah^^). Tak cukup disitu, saya harus memfotocopy beberapa dokumen, berkali-kali menuju tempat foto copy, sore-sore pergi ke pihak yang berwenang mengurus kelanjutan persyaratan pengajuan PAK. 


Sekarang ketika mengingat semua itu saya bersyukur, karena telah melewati saat-saat itu. Tadi sepanjang perjalanan pulang dari Dinas Pendidikan, di dalam mobil mertua, sambil memandangi Hanan, saya teringat semua proses itu. Subghanallah, Alhamdulillah, kini SK Kenaikan Pangkat saya ke 3A sudah di tangan, saat sudah ada Hanan, yang berusia 1 bulan 4 hari. Melihat tanggal ditetapkan SK adalah 19 September 2012 oleh Bupati Magetan. Itu artinya 1 hari setelah Hanan lahir. 


Berniat membuat korelasi saja, bahwa proses kehamilan Hanan hingga lahir dan pengajuan proses persyaratan PAK guna kenaikan pangkat saya hingga SK keluar adalah bersamaan. Inilah yang menjadi renungan saya sepanjang jalan tadi. Bahwa, Allah SWT memberikan begitu banyak kemudahan, pada kita semua, yang lebih sering kita lupakan point-point itu, yang lebih sering kita awali dengan keluh kesah tak menentu. Satu lagi yang menjadi pengingat bagi saya, bahwa Allah tak akan pernah menyia-nyiakan usaha hamba-Nya. Apapun itu, sekecil apapun. 



Yaa hari ini, saat mengambil SK sengaja saya mengajak Hanan, khawatir dia rewel di rumah, juga secara tak sengaja sebagai tenger juga . . . ini rejekinya Hanan. Alhamdulillah.

Kamis, 18 Oktober 2012

Hanan 1 Bulan, Hari-Hari Beradaptasi


Hari ini tanggal 18 Oktober 2012, pagi-pagi setelah Hanan mandi saya SMS suami,
“Hanan hari ini 1 bulan, terasa sekejap mata. Mengingat 1 bulan lalu, Alhamdulillah sudah terlewati, banyak kemudahan dari Allah. Semoga Hanan selalu sehat, juga bunda dan abinya”
Hari sebelumnya ada posyandu di dekat rumah, saya datang membawa Hanan. Alhamdulillah beratnya bertambah, yang ketika lahir hanya 2,7 kg menjadi 4 kg. Ehm pantesan pundak bunda pegel-pegel kalau lama-lama menggendongmu.


Yaa 1 bulan ini, hari-hari saya bisa dikatakan adalah hari-hari penuh proses adaptasi. Menjadi ibu baru, memang tidak mudah. Apalagi saya menangani Hanan sendiri, suami tentu saja jarang di rumah. Setelah acara walimah aqiqahnya Hanan langsung balik ke Bandung, kelamaan ngambil cuti sampai kadaluarsa^^. Pulang 2 minggu sekali, dengan hanya 3hari di rumah. Bantuan dari orang di rumah, adalah dari kakak perempuan saya yang juga punya balita usia 11 bulan dan juga bekerja, tentunya sangat terbatas. Sementara orang yang saya mintai tolong merawat Hanan saat nanti saya sudah masuk kerja, baru sanggup mulai pertengahan November. Bismillah, sudah diniatkan juga bahwa selama saya masih cuti akan sekuat tenaga merawat Hanan sendiri.


Jadilah hari-hari 1 bulan ini adalah hari-hari luar biasa bagi saya. Melelahkan juga menyenangkan. Menyenangkan bukan berarti tanpa air mata, tetap saja saya yang cengeng ini mudah menangis. Entah menangis karena haru menatap Hanan. Juga menangis yang konon adalah gejala Baby Blues Syndrom. Babyblues yang saya alami lebih karena merasa sendiri, 1-2 hari setelah suami berangkat ke Bandung pasca saya melahirkan adalah yang paling berat. Namun saya sadar, tak boleh terkungkung dalam syndrome ini. Maka saya berusaha selalu berpositif thingking. Pada intinya berusaha ikhlas, sabar, tak boleh mengeluh. Yang selalu saya ingat adalah filosofi bahwa untuk mendapatkan amanah ini saya dan suami setiap hari dalam kurun waktu hampir 3 tahun “merengek-rengek” pada Allah, setelah mendapatkan dan kini ada di tangan, masak sih harus ditanggapi dengan keluhan. Pun semuanya harus dihadapi penuh syukur.


Alhamdulillah, dengan segenap usaha semua bisa berjalan dengan normal apa adanya. Saat menyusui saya lebih memilih dengan posisi berbaring, sehingga saat Hanan tertidur saya pun dengan mudah juga ikut tertidur . . . hehe, sekalian istirahat. Ketika Hanan nyaman di strollernya seperti saat saya menulis artikel ini, saya bisa tetap ngenet, ngeblog, juga memutar mesin cuci. Sembari sesekali mengontrol Hanan, sambil menggoyang-goyang strollernya dengan kaki agar tetap nyaman. Alhamdulillah, banyak kemudahan.


1 bulan Hanan, belum terlalu banyak perkembangan yang nampak. Yang jelas secara fisik dia lebih besar, lebih pandai nenennya (jadi ingat awal-awal dirumah setelah pulang dari RS, Hanan nangis keras dan lama berulang-ulang karena lapar, sementara dia belum pandai menghisap ASI. Berusaha bersabar, namun rasa dihati tak bisa diajak berdamai. Akhirnya menyerah pada 40ml sufor. Alhamdulillah sekarang sudah full ASI. Bismillah). Sudah banyak bergerak, kuantitas tidurnya sedikit berkurang, walaupun hari-harinya masih tetap diisi dengan tidur . . . hehe namanya juga bayi, kerjaannya tidur.


1 bulan ini memang terasa sekejap mata, namun insyaAllah rasa syukur atas keberadaan Hanan tak sekedar sekejap mata. Karena saat memandangnya, bersamanya yang mendominasi hati adalah rasa syukur, rasa syukur, dan rasa syukur.

Senin, 01 Oktober 2012

Hari-Hari, Jam-jam, Detik Demi Detik Pengalaman Saya Melahirkan Hanan (Part 3, Selesai)

Sebelumnya di Part 1 dan Part 2

#Selasa, 18 September 2012 di ruang operasi, mendengar tangisan Hanan

Dingin, itulah kesan saya begitu memasuki ruang operasi. Saya masih sempat melihat ke sekeliling ruangan. Cukup luas, berbagai peralatan yang hanya pernah saya lihat di TV kini berada di dekat saya. Ada lampu besar diatas, di dekat saya. Saya melihat ada 4 perawat laki-laki dan 2 perawat/bidan perempuan sedang mempersiapkan peralatan, sibuk dan cekatan. Ahh . . . saya tak ingin melihatnya, sementara kontraksi yang saya rasakan semakin nyeri. Saya ingin segera dibius. Ingin semua cepat selesai. Tubuh saya dipindah ke meja operasi, saya belum melihat ada dokter yang datang, oh ada 1, sepertinya dokter anestesi. Seorang perawat memasang topi operasi di kepala saya dan tensimeter otomatis di lengan tangan kanan, tangan kiri saya sudah terpasang infuse. Perawat memasang selang oksigen di hidung saya. Saya dimiringkan ke kiri. Saya mendengar suara, dibuat tidur yaa bu . . . silahkan berdoa. Yah inilah saatnya. Saya masih melihat seorang perawat memasukkan suntikan lewat selang infuse. Bismillah . . . saya berdoa dan terus berdoa, detik-detik kemudian saya merasa ngantuk berat, berat sekali. Seterusnya saya seperti diputar-putar di tempat penuh cahaya, saat itu saya merasa mulut saya masih berdzikir…entah tak yakin dengan apa yang saya katakan.

Perlahan kesadaran saya kembali, saya bisa melihat lagi. Kini tepat di depan saya, di atas dada ada penutup kain berwarna hijau tua. Sehingga tak bisa melihat tindakan operasi. Mendengar perintah dari dokter “Kakinya diangkat bu . . .” ah bagaimana bisa mengangkatnya, rasanya separuh badan saya ke bawah begitu kebas . . . seperti hilang. Fase berikutnya, saya yakin operasi sudah dimulai, seperti mimpi . . . begitu cepat. Saya tak tersadar sepenuhnya, namun masih bisa mendengarkan suara. Saya juga terus berdzikir, menggerakkan bibir dengan kalimat-kalimat memujiNya, dengan ayat-ayat yang saya ingat untuk memohon kemudahan dan perlindunganNya. Saya juga masih bisa menggerakkan jemari tangan kanan, mengikuti irama kalimat tasbih bibir saya. Sesekali saya merasa mual, sehingga saya berkata pada perawat “saya mual mbak . . . saya mual mbak” saat perawat memiringkan kepala saya ke kiri, saya merasa muntah di tempat yang disediakan.

Sampai akhirnya sayup saya mendengar suara tangisan bayi yang cukup keras. Saya tersadar, itu tangisan bayi saya. Saya langsung memanggilnya . . . Hanan . . .Hanan . . . Hanan. Alhamdulillah, saya bersyukur-bersyukur sekali. Allah Yaa Rabbul Izzati . . . Allah Yaa Rabbul Izzati. Sebentar kemudian seorang perawat mendekat ke dekat kepala saya sebelah kiri, “Ini bayinya bu” Saya terkejut, perawat tersebut menciumkan bibir saya ke pipi Hanan, sekali, dua kali, lalu mendekatkan mulut mungil hanan ke dada saya. Walau terasa sekilas, namun saya bisa melihat kulitnya putih pucat, sangat pucat. Barangkali karena ruang operasi yang sangat dingin.  Yaa dia Hanan, putri saya. Lalu perawat membawa bayi saya pergi, keluar ruang operasi.

Tahap berikutnya terasa begitu cepat. Tiba-tiba saya sudah didorong pakai dark bar dibawa ke ruang ICU. Operasi telah selesai, Alhamdulillah. Begitu memasuki ruang ICU, dari pembatas kaca saya melihat suami berdiri di luar, saya melambaikan tangan. Sebentar kemudian dia masuk ke bilik ruang ICU saya. Begitu melihatnya, saya menangis lagi. Ingin sekali memeluknya, menumpahkan semua rasa di hati saya. Dia mendekat, mencium kening saya. Lalu menunjukkan foto Hanan di HPnya. Subhanallah, Hanan lucu sekali. Alhamdulillah, terima kasih Yaa Allah. Begitu besar Karunia yang telah Engkau berikan. Saya melihat jam di HP saya yang dibawakan suami, pukul 13.30.

Selama di ICU saya tak bisa tidur, infuse dan oksigen masih terpasang. Indikasi saya boleh dibawa ke ruang perawatan adalah kalau kedua kaki saya bisa digerakkan. Saya berusaha keras untuk menggerakkan, namun pengaruh anestesi membuat saya harus bersabar menunggunya perlahan hilang. Pukul 19.30, saya merasa lebih segar setelah perawat mengelap tubuh saya dengan waslap basah dan mengganti kain, baju, dan jilbab saya. 15 menit kemudian saya dipindahkan ke ruang perawatan (ditahap ini saya juga merasakan kemudahan dari Allah, saya dan suami mendapatkan kamar perawatan yang kami pesan. Padahal saat masuk registrasi pagi tadi, kami masuk waiting list ke 5 untuk menempatinya. Alhamdulillah). Di ruang perawatan saya lebih tenang, ada suami juga ada mertua saya. Namun semalaman hampir saya tak tidur, menahan rasa sebah diperut, menahan haus dan lapar yang sangat. Saya boleh makan baru esok pagi. Dan yang jelas saya teringat terus sama Hanan yang ditempatkan di kamar bayi. Takut kalau dia rewel, menangis, dan kedinginan. Malam ini memang lain, malam sebelum-sebelumnya saya merasakan tendangan. Ahhh . . . tak terasa 40 minggu dia menempati rahim saya, kini dia sudah menjadi individu yang terlepas dari tubuh saya. Maha Suci Allah . . .

#Rabu, 19 September 2012

Hari ini saya lebih semangat, pengaruh anestesi sudah sepenuhnya hilang. Pagi hari saya sudah segar, walaupun saya belum mampu duduk apalagi berdiri sendiri. Saya makan bubur disuapi suami dan minum teh hangat. Kadang saya merasakan kontraksi yang begitu mulas dan nyeri, obat yang diberikan perawat tadi memang untuk membuat rahim kontraksi. Ditambah jahitan operasi yang sakit jika saya bergerak. Barangkali ini nih tidak enaknya operasi Caesar. Kalau melahirkan normal, hari ini melahirkan hari itu sudah bisa berjalan meskipun pelan, besoknya sudah lancar^^.

Siang harinya, setelah dr.Ardian visit saya lebih semangat. Karena beliau mengatakan boleh melihat bayi saya di ruang bayi. Tentunya dengan syarat bisa berdiri dan berjalan. Tak sabar saya menunggu sore. Infus dan kateter sudah di lepas, itu artinya mudah bagi saya untuk mencoba duduk, berdiri, ataupun berjalan. Pada awalnya, suami khawatir saya tak mampu berdiri, padahal saya sudah nangis-nangis ingin melihat Hanan. Suami membawakan saya kursi roda. Karena sangat semangat dan keyakinan saya, begitu suami mengulurkan tangan, perlahan saya berdiri. Dengan sedikit menahan nyeri luka jahitan. Setapak demi setapak melangkah dipegangi suami, menuju ke kursi roda.

Sampai di ruang bayi, saya harus bisa jalan sendiri. Karena suami tak boleh masuk ke ruang bayi, beliau hanya boleh melihat dari luar, jendela kaca. Memasuki ruang bayi melangkah kecil-kecil, pelan sekali, sambil menahan nyeri luka jahitan. Di ruang itu hanya ada 1 box yang berisi bayi. Tertulis di situ “Bayi Ny.Dwi Yulianti, 18 September 2012, pukul 12.55, BB 2700gram, TB 49cm, lingkar kepala 33 cm”. Ahh . . . dia Hanan, tidur begitu pulasnya. Saya semakin mendekat. Menyentuh pipinya, lekat memandang wajahnya. Ini bunda dek, air mata saya tak terbendung lagi. Saya jatuh cinta padanya. Ingin sekali menggendongnya, namun saya belum mampu. Akhirnya saya hanya duduk di kursi di sebelah boxnya, mengajaknya bicara. Suami saya yang melihat di kaca dari luar, tersenyum melihat kami. 

Terima kasih yaa Rabb, alhamdulillahirobbil’alamin. Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?


pertemuan dengan Hanan di ruang bayi